" .... kondisi ini (jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Batam-pen.) karena Batam merupakan Kota wisata, dagang, dan persinggahan. Sehingga gerak manusia menuju dan meninggalkan Batam cukup dominan." Ini pernyataan Direktur Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial (Kemensos), Sonny W Manalu, seperti dikutip oleh jawapos.com (13/11-2018).
Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Batam dari tahun 1992 -- Juni 2017 mencapai 8.101 yang terdiri atas 5.303 HIV dan 2.100 AIDS dengan 698 kematian (batampos.co.id, 4/12-2017). Sedangkan dari Januari-Juni 2018 terdeteksi 369 kasus HIV/AIDS (batampos.co.id, 26/10-2018)
Jika berpatokan pada cara pelaporan kasus HIV/AIDS yang resmi, maka jumlah kematian terkait HIV/AIDS tidak dikeluarkan dari jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS.
Pernyataan Manalu ini merupakan salah satu bentuk mitos (anggapan yang salah) terkait dengan epidemi HIV/AIDS karena di beberapa negara yang bukan tujuan wisata sekali pun banyak terdeteksi kasus HIV/AIDS. Sebut saja Arab Saudi yang sama sekali tidak ada kegiatan pariwisata dan hiburan malam, tapi kerajaan itu sudah melaporkan 22.952 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi dari tahun 1984 -- 2015. Dari jumlah ini 6,770 di antaranya terdeteksi pada Arab Saudi (english.alarabiya.net, 1/12-2016). Ini terjadi al. karena ada warga negara itu melakukan hubungan seksual berisiko di luar negaranya.
Lalu, mengapa kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di Kota Batam?
Inilah faktor-faktor risiko yang menyebabkan warga Kota Batam terdeteksi mengidap HIV/AIDS, yaitu:
(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang berganti-ganti, di dalam nikah (kawin-cerai) dan di luar nikah (zina, selingkuh, dll.), di wilayah Kota Batam, di luar wilayah Kota Batam dan di luar negeri.
Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki bisa sebagai seorang suami sehingga ada risiko penularan HIV pada istrinya. Jika istrinya tertular HIV, maka ada pula risiko penularan HIV secara vertikal ke bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI);
(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, di dalam nikah (kawin-cerai) dan di luar nikah (zina, selingkuh, dll.), di wilayah . Kota Batam, di luar wilayah Kota Batam dan di luar negeri.
Dalam kehidupan sehari-hari perempuan ini bisa sebagai seorang istri sehingga ada risiko penularan HIV pada suaminya. Ada pula risiko penularan HIV secara vertikal ke bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui ASI;
(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, yaitu pekerja seks komersial (PSK) langsung atau PSK tidak langsung di Kota Batam, di luar Kota Batam, dan di luar negeri.
Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki bisa sebagai seorang suami sehingga ada risiko penularan HIV pada istrinya. Jika istrinya tertular HIV, maka ada pula risiko penularan HIV secara vertikal ke bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan ASI;
Yang dimaksud dengan:
(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan;
(b). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Pertanyaan untuk Wali Kota Batam: Apakah ada jaminan di wilayah Kota Batam tidak ada praktek pelacuran yang melibatkan PKS langsung dan PSK tidak langsung?
Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa terus terjadi yang pada gilirannya mereka jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat secara horizontal, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Dengan kondisi ada transaksi seks di Kota Batam dengan berbagai modus, bahkan memakai media sosial, maka Kota Batam bisa jadi pintu masuk HIV/AIDS ke seluruh Nusantara. Ini al. terjadi karena PSK langsung dan PSK tidak langsung yang beroperasi di Kota Batam datang dari semua wilayah Nusantara. Di bagian lain Sonny mengatakan: "Batam ini pusat hiburannya cukup tinggi, sehingga masuk 10 besar rawan HIV/AIDS itu bisa dimaklumi." Â Itu artinya terjadi hubungan seksual yang tidak aman di Kota Batam yang melibatkan PSK langsung, PSK tidak langsug, wisatawan, pendatang dan warga.
[Baca juga: Batam bisa Jadi "Pintu Masuk" Epidemi HIV/AIDS Nasional]
(4). Laki-laki heteroseksual yang sering melakukan hubungan seksual dengan waria dengan kondisi waria tidak memakai kondom. Studi di Surabaya (1990-an) menunjukkan laki-laki heteroseksual jadi 'perempuan' yang dianal (disebut ditempong) oleh waria yang berperan sebagai 'laki-laki' (disebut menempong). Kondisi ini membuat laki-laki heteroseksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Laki-laki ini jadi jembatan penyebaran HIV dari kominitas waria ke masyarakat. Yang punya istri akan menularkan HIV ke istrinya, jika istrinya tertular maka ada pula risiko penularan vertikal ke bayi yang dikandungnya terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan ASI;
(5). Laki-laki biseksual (heteroseksual dan homoseksual) yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, dengan PSK langsung, dengan PSK tidak langsung, dengan gay dan dengan waria. Laki-laki biseksual jadi jembatan penyebaran HIV dari komunitas PSK, gay dan waria ke masyarakat. Yang punya istri akan menularkan HIV ke istrinya, jika istrinya tertular maka ada pula risiko penularan vertikal ke bayi yang dikandungnya terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan ASI.
Disebutkan dalam berita: Selain itu, hadirnya aturan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) terkait HIV/AIDS juga dinilai penting. Karena Perda akan mengikat dan memperlihatkan komitmen pemerintah terhadap penanganan kasus ini.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sudah menerbitkan Perda AIDS yaitu Perda No 15/2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS di Provinsi Kepulauan Riau. Karena perda ini tidak menukik ke akar persoalan, maka penanggulangan HIV/AIDS pun hanya di ranah orasi mosal.
[Baca juga: Menakar Efektivitas Perda AIDS Provinsi Kepulauan Riau]
Lagi pula di Indonesia sudah ada 90-an Perda AIDS, tapi hasilnya tidak ada. Lagi pula kalau anjuran Sonny dituruti Pemkot Batam, apakah Perda itu kelak bisa mengatur perilaku-perilaku berisiko di atas?
Tentu saja perilaku-perilaku tsb. tidak bisa dijangkau karena hubungan seksual terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Yang bisa dijangkau, seperti yang dilakukan oleh Thailand, adalah intervensi terhadap laki-laki dengan memaksa mereka memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK, dalam hal ini PSK langsung. Tapi, ini bisa dijalankan jika praktek PSK langsung dilokalisir.
Maka, jika kelak Perda tidak bisa menjangkau perilaku-perilaku di atas itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Laki-laki warga Kota Batam yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Penyebaran ini terjadi secara diam-diam bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H