Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan featured

"Rekomendasi Laki-laki" Selesaikan Kasus (Hukum) Perkosaan Mahasiswi UGM?

11 November 2018   18:49 Diperbarui: 6 Februari 2019   03:18 1799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Koban jadi 'the second sexual violence' dari kampusnya ....

Juru Bicara UGM, Iva Ariani, mengatakan kasus tersebut sudah dinyatakan selesai oleh universitas dengan dijalankannya seluruh rekomendasi yang dikeluarkan Tim Investigasi yang terdiri dari Tim Psikologi, Fakultas Teknik serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM (Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta-pen.). Ini lead pada berita Dugaan perkosaan UGM: Bagaimana universitas menangani kekerasan seksual? (BBC News Indonesia, 9/11-2018).

Disebutkan bahwa rekomendasi tsb. al. memperbaiki nilai Kuliah Kerja Nyata (KKN) Agni (bukan nama sebenarnya) selaku korban yang semula C menjadi A/B, ganti rugi atas uang kuliah, dan mendapat fasilitas konseling.

Bukan main. Rekomendasi tsb. menyamakan penderitaan Agni sebagai korban kebiadaban mahasiswa dengan materi. Agni kehilangan kegadisan, harga diri diinjak-injak, derita seumur hidup, bahkan caci-maki, terutuma dari kalangan perempuan sehingga jadi 'the second sexual violence'.

[Baca juga: Tentang Terduga Pemerkosa yang Wisudanya Ditunda]

Perbaikan nilai jelas tidak sesuai dengan asas akademi karena merupakan pemberian sebagai ganti rugi atau belas kasihan atas derita perkosaan yang dialami korban. Ini tidak mendidik karena membela pelaku yang sudah merenggut masa depan Agni.

Disebutkan, seperti dikutip "BBC News Indonesia" dari beirta "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan" (balairungpress.com, 5/11-2018) bahwa sesudah Agni melaporkan, pihak UGM disebut justru berusaha menutup-nutupi kasus tersebut, dan tak membawa masalah ini ke jalur hukum.

Yang tidak masuk akal sehat banyak pihak di UGM, bahkan ada juga perempuan, yang justru menyalahkan Agni.

Bahkan, pelaku yang diindetifikasi "balairungpress.com" sebagai HS, menurut Agni tidak jujur. Ini kutipan pernyataan Agni, seperti dilaporkan "balairungpress.com":  

Mereka pun sepakat melaporkan HS kepada Adam Pamudji Rahardjo, DPL mereka. Teman-temannya meminta HS mengakui perbuatannya melalui telepon kepada Adam. Lewat pengeras suara, Agni mendengar percakapan mereka dan merasa bahwa cerita yang disampaikan HS kepada Adam kurang sesuai dengan yang terjadi sesungguhnya. HS hanya mengatakan bahwa ia khilaf meraba dan memainkan bagian tubuh Agni, tanpa menyebutkan bahwa tindakan itu dilakukan tanpa izin. HS juga tidak menyampaikan bahwa kejadian tersebut dilakukannya ketika Agni tertidur dengan berpakaian lengkap dan berkerudung.

Seperti pada banyak kasus ada saja yang menyalahkan korban. Hal yang sama dialami oleh Agni. Disebutkan bahwa Agni mulai khawatir bila informasi yang disampaikan HS secara tidak lengkap tersebut membuat Adam menilai bahwa peristiwa yang dialaminya terjadi atas dasar saling suka.

Di bagian lain "balairungpress.com" melaporkan: Kekhawatiran Agni terbukti dengan pernyataan salah satu pejabat di DPkM yang tidak ingin disebutkan identitasnya. Atas kejadian tersebut, pejabat tersebut menilai bahwa penyintas turut bersalah. 

Selain menilai bahwa Agni ikut berperan dalam terjadinya kejadian, ia juga menyayangkan Agni yang melibatkan pihak luar, yaitu Rifka Annisa. Menurutnya kasus Agni lebih baik diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan, sehingga tidak mengakibatkan keributan. "Jangan menyebut dia (Agni) korban dulu. 

Ibarat kucing kalau diberi gereh (ikan asin dalam bahasa jawa) pasti kan setidak-tidaknya akan dicium-cium atau dimakan," tuturnya menganalogikan.

Astaga, HS 'kan mahasiswa UGM yang sudah pasti beragama. Mosok laki-laki seperti kucing langsung mengendus ikan asin busuk? Akal sehat dan moralitas HS ke mana, DPkM?

Lalu ada Heru (Korwil) yang disebut "balairungpress.com" menyetjuji penilaian pejabat DPkM yang menganggap bahwa Agni turut bersalah. Ia mengaku, sejak pertemuan di lokasi KKN kala itu, baik dirinya, Heru, maupun Djaka memutuskan untuk memberi sanksi kepada Agni dan HS. Mereka menilai bahwa baik Agni maupun HS sama-sama berkontribusi pada terjadinya peristiwa tersebut.

Tidak berhenti di situ Agni terus jadi 'sasaran tembak' dengan menempatkan Agsi sebagai pihak yang bersalah (juga). Ini dikatakan oleh Ambar Kusumandari selaku Kepala Subdirektorat KKN yang baru seperti ditulis oleh "balairungpress.com": " .... Seandainya kamu tidak menginap di sana kan tidak akan terjadi, tho?"

Rupanya, karena alasan tertentu di malam itu Agni terpaksa mengidap di rumah tempat HS ditempatkan. Karena hanya ada satu kamar Agni dan HS sekamar dengan posisi berjauhan.

Seorang dokter yang tugas belajar untuk gelar MPH di AS mengatakan di kampus tempat dia kuliah satu kamar bisa saja mahsiswa dan mahasiswi. Tapi, "Jangan coba-coba mengintip, kalau dilaporkan langsung dikeluarkan," kata dokter tadi mengenang pengalamannya.

Nah, satu kamar bertahun-tahun toh tidak terjadi kekerasan seksual. Lagi pula dengan kondisi  yang dialami Agni secara moral tentulah laki-laki, dalam hal ini HS, yang mengalah. Misalnya, tidur di ruang tamu.

Agaknya, pihak-pihak yang terkait memakai pola pikir laki-laki dalam menangani kasus Agni. Pihak-pihak ini pun layaknya menjalankan 'naked power' dengan pola pikir laki-laki sehingga menohok Agni sebagai perempuan.

[Baca juga: Patriarkat Menghadang Peran Perempuan]

Yang membuat pelaku (HS) dan pihak-pihak terkait di atas angin adalah kasus yang dialami Agni adalah delik aduan. Artinya, Agni harus melaporkan kasus kejahatan seksual yang dialaminya ke polisi dengan alat bukti dan saksi.

Ketika ada yang menghalang-halangi Agni menempuh jalur hukum, tentu saja bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang melawan hukum karena menghalangi warga negara memperoleh keadilan (hukum).

[Baca juga: Mendesak, UU yang Lindungi Perempuan dari Kejahilan dan Kejahatan Laki-laki]

Tidak masuk akal sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) ternama justru tidak menegakkan hukum terkait dengan kejahatan seksual. Sebaliknya yang melakukan plagiat justru dicabut gelarnya (Ipong S Azhar) tahun 2000 karena mengutip skiripsi tanpa menyebut sumber.

Rupanya, moralitas pemerkosa jauh lebih dihargai daripada moral plagiator (di PTN itu). Padahal, plagiat bisa dikoreksi. Sedangkan luka fisik dan psikologis Agni tidak bisa disembuhkan sehingga jadi derita sepanjang hayatnya.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun