Di bagian lain "balairungpress.com" melaporkan: Kekhawatiran Agni terbukti dengan pernyataan salah satu pejabat di DPkM yang tidak ingin disebutkan identitasnya. Atas kejadian tersebut, pejabat tersebut menilai bahwa penyintas turut bersalah.Â
Selain menilai bahwa Agni ikut berperan dalam terjadinya kejadian, ia juga menyayangkan Agni yang melibatkan pihak luar, yaitu Rifka Annisa. Menurutnya kasus Agni lebih baik diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan, sehingga tidak mengakibatkan keributan. "Jangan menyebut dia (Agni) korban dulu.Â
Ibarat kucing kalau diberi gereh (ikan asin dalam bahasa jawa) pasti kan setidak-tidaknya akan dicium-cium atau dimakan," tuturnya menganalogikan.
Astaga, HS 'kan mahasiswa UGM yang sudah pasti beragama. Mosok laki-laki seperti kucing langsung mengendus ikan asin busuk? Akal sehat dan moralitas HS ke mana, DPkM?
Lalu ada Heru (Korwil) yang disebut "balairungpress.com" menyetjuji penilaian pejabat DPkM yang menganggap bahwa Agni turut bersalah. Ia mengaku, sejak pertemuan di lokasi KKN kala itu, baik dirinya, Heru, maupun Djaka memutuskan untuk memberi sanksi kepada Agni dan HS. Mereka menilai bahwa baik Agni maupun HS sama-sama berkontribusi pada terjadinya peristiwa tersebut.
Tidak berhenti di situ Agni terus jadi 'sasaran tembak' dengan menempatkan Agsi sebagai pihak yang bersalah (juga). Ini dikatakan oleh Ambar Kusumandari selaku Kepala Subdirektorat KKN yang baru seperti ditulis oleh "balairungpress.com": " .... Seandainya kamu tidak menginap di sana kan tidak akan terjadi, tho?"
Rupanya, karena alasan tertentu di malam itu Agni terpaksa mengidap di rumah tempat HS ditempatkan. Karena hanya ada satu kamar Agni dan HS sekamar dengan posisi berjauhan.
Seorang dokter yang tugas belajar untuk gelar MPH di AS mengatakan di kampus tempat dia kuliah satu kamar bisa saja mahsiswa dan mahasiswi. Tapi, "Jangan coba-coba mengintip, kalau dilaporkan langsung dikeluarkan," kata dokter tadi mengenang pengalamannya.
Nah, satu kamar bertahun-tahun toh tidak terjadi kekerasan seksual. Lagi pula dengan kondisi  yang dialami Agni secara moral tentulah laki-laki, dalam hal ini HS, yang mengalah. Misalnya, tidur di ruang tamu.
Agaknya, pihak-pihak yang terkait memakai pola pikir laki-laki dalam menangani kasus Agni. Pihak-pihak ini pun layaknya menjalankan 'naked power' dengan pola pikir laki-laki sehingga menohok Agni sebagai perempuan.
[Baca juga: Patriarkat Menghadang Peran Perempuan]