Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ikan (Akan) Jadi Pemicu Perang di Masa Depan

8 November 2018   13:03 Diperbarui: 8 November 2018   13:26 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perebutan Ikan Akan Picu Perang di Masa Depan. Ini judul berita di "ABC News" (5/11-2018). Ini benar-benar di luar dugaan karena selama ini perang dipicu konflik wilayah, ras, dan sumber daya alam. Itu artinya langkah Pemerintahan Jokowi-JK yang menjadikan laut sebagai halaman dengan mengerahkan kekuatan menjaga kekayaan laut sangat beralasan.

Dilaporkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO - Food and Agriculture Organization) 1 dari 5 ekor ikan yang dimakan warga Bumi merupakan ikan hasil tangkapan illegal fishing.

Ketika jumlah penduduk dunia bertambah  yang membuat kebutuhan protein hewani meroket, maka pilihan adalah ikan karena, seperti dilaporkan oleh WWF (World Wide Fund for Nature, organisasi non-pemerintah internasional yang menangani masalah-masalah tentang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan): dalam beberapa puluh tahun terakhir ini terjadi penurunan besar-besaran populasi berbagai mahluk di alam ini akibat 'ledakan konsumsi manusia' (BBC News Indonesia, 31/10-2018).

Anemia

Maka, tidaklah mengherankan kalau kelak ikan akan jadi sumber utama protein hewani karena kelangkaan satwa, bahkan satwa yang tidak lumrah dimakan, seperti ular, kelelawar, tikus, dll.

Dalam piramida makanan bergizi bukan lagi terpaku pada pameo "4 sehat 5 sempurna", tapi dipatok sebagai makanan dengan gizi seimbang. Piring makan yang selama ini diutamakan nasi dan susu, sekarang tidak lagi karena piring makan diisi dengan berbagai ragam makan yang seimbang agar memenuhi kebutuhan nutrisi. Artinya beraneka ragam.

[Baca juga: Makanan Bergizi, Bukan "4 Sehat 5 Sempurna" tapi Makanan dengan "Gizi Seimbang"]

Salah satu kebutuhan manusia, terutama masa balita, anak-anak dan remaja adalah protein hewani yang mengandung zat besi. Kekurangan protein hewani membuat banyak remaja kita yang kurang darah (anemia). Dengan kebutuhan zat besi dari protein hewani tentulah dunia akan melirik ikan karena satwa sudah langka. Kalau pun ada harganya kelak akan mahal karena permintaan yang tinggi sedangkan pasokan terbatas. Ikan menyumbang mineral, protein, dan vitamin.

Pemerintah sendiri menjadikan ikan sebagai bahan makanan untuk perbaikan gizi masyarakat karena banyak yang tidak bisa membeli daging. Harga ikan (rata-rata Rp 10.000 -- Rp 25.000 per kilogram) jauh lebih murah daripada harga daging (Rp 80.000/kg). Konsumsi ikan sendiri tidak merata di seluruh Nusantara yang berkisar pada 22,37 -- 55,35 kg/kapita/tahun (depkes.go.id, 22/11-2016).

Sekarang saja 'peperangan' merebut ikan sudah terjadi. Beberapa negara di Asia, misalnya, mencuri ikan ke perairan laut Indonesia karena perairan laut mereka sangat terbatas. Sebut saja Thailand dan Vietnam sebagai negara yang kapal nelayannya banyak tertangkap mencuri ikan di perairan Indonesia. Bahkan, Cina yang perairan lautnya luas pun tetap mencuri ikan ke di perairan Nusantara.

Ilustrasi: Perdagangan ikan dunia (Sumber: IntraFish)
Ilustrasi: Perdagangan ikan dunia (Sumber: IntraFish)
Menteri  Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menjalankan program menenggelamkan kapal pencuri ikan setelah divonis pengadilan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan praktik penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing selama ini sangat merugikan Indonesia. Kerugian akibat pencurian ikan  mencapai 20 miliar dolar AS per tahun atau sekitar Rp 260 triliun (katadata.co.id, 16/6-2016).

Johan Bergenas, analis kebijakan publik di Washington DC, AS, membandingkan konflik pada sektor minyak dengan pasokan ikan. Sebanyak 25-50 persen konflik di dunia, menurut Bergenas, terkait dengan akses ke cadangan minyak. Bergenas kemudian mengidentifikasi kesamaan antara sumber daya minyak dan stok ikan. "Pasokannya (migas-pen.) terkonsentrasi. Timur Tengah memiliki hampir separuh pasokan minyak mentah dunia," kata Bergenas, seperti dikutip "ABC News".

Sebelum konflik terkait sumber minyak, "Kita telah berperang memperebutkan lahan pertanian, rempah-rempah, gula dan berbagai sumber daya alam lainnya. Jadi ikan, mengapa tidak?" kata Bergenas. Stok ikan dunia ada kawasan Pasifik tengah yang menguasai 60 persen cadangan tuna. Ini komoditas yang kini sangat diincar banyak negara. Dikatakan oleh Bergenas saat ini lebih dari 1 miliar warga dunia mengandalkan ikan sebagai sumber protein utama.

Perang Kerang

Sedangkan Australian National Centre for Ocean Resources and Security menyebutkan bahwa konsumsi ikan di negara-negara berkembang diperkirakan akan meningkat 21 persen pada tahun 2022.

Sengketa terkait sumber daya ikan laut secara global sudah mulai terjadi. Di Selat Inggris antara sengketa antara nelayan Prancis dan Inggris pada musim panas. "Mereka (nelayan Inggris dan Prancis-pen,) saling menjegal untuk menangkap kerang di Selat Inggris," ujar Bergenas. Sengketa yang dsebut sebagai "perang kerang" ini baru pada September 2018 dicapai kesepakatan antara kedua pihak.

Sebagai negara dengan perairan laut yang luas Indonesia ada di jalur cadangan ikan laut, seperti di perairan Laut Cina Selatan. Perairan Indonesia di Laut Cina Selatan dan laut lain jadi sasaran pencuri ikan.

Laporan FAO menyebutkan pada tahun 2014 Indonesia berada di peringkat kedua penghasil ikan laut terbesar di dunia. Jumlah tangkapan ikan laut Indonesia saat itu tercatat mencapai 6 juta ton atau setara dengan 6,8 persen total produksi dunia untuk ikan laut (katadata.co.id, 16/6-2016).

Maka, tidaklah mengherankan kalau Menteri Susi sudah meledakkan dan menenggelamkan   363 kapal pencuri ikan dari tahun 2014-2017 yang tertangkap di perairan laut Ibu Pertiwi. Kapal yang ditenggelamkkan adalah nelayan Vietnam (188), Filipina (77), Malaysia (52), Thailand (22), Indonesia (19), Papua Nugini (2), China (1), Laos (1) dan beberapa negara lain 1 kapal. (detiknews, 11/1-2018).

Beberapa negara melancarkan protes karena kapal nelayan mereka ditenggelamkan oleh Menteri Susi. Bagi Bergenas hal ini membuktikan arah konflik cadangan ikan. Cina, misalnya, mengerahkan kapal perang dan Angkatan Laut mengawal kapal nelayan yang menerjang kawasan perairan laut yang dalam sengketa dengan negara lain. Beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin juga mengerahkan tentara melindungi kekayaan laut mereka.

Kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan beberapa kali berhadapan dengan kapal perang Cina yang mengawal kapal nelayan mereka mencuri ikan di perairan laut Indonesia. Itulah sebabnya ada wacana mempersenjatai patroli KKP.

[Baca juga: Kapal Pengawas Perikanan RI, Lengkapilah dengan Meriam dan Helikopter]

Bahkan, menurut Bergenas, Cina,  akan terus menggunakan kekuatan militer, diplomatik dan ekonomi untuk mendapatkan akses ke perairan yang penuh dengan stok ikan.

Memang, banyak negara yang sudah menerapkan batas perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yaitu 200 mil laut dari pulau terluar. Seperti dikatakan oleh Bergenas, saat ini lebih 70 peraturan internasional menyangkut laut, tapi terganjal penegakan hukum.

Biar pun ada ZEE ada masalah bagi beberapa negara terkait peralatan. Radar bisa menjangka 12 dari darat ke laut. Dengan kekuatan ini diperlukan beberapa hari untuk menjelajah ZEE. Sementara itu kapal pencuri ikan lari dengan kecepatan antara 12-15 knot/jam. Itu artinya ketika radar menjelajah kapal pencuri ikan sudah kabur ke laut bebas.

Langkah Pemerintah Indonesia menamai laut di utara Kep Natuna sebagai wilayah ZEE sebagai Laut Natuna Utara mempertegas kekuasaan Indonesia terhadap perairan laut itu. Penamaan ini diprotes Cina, tapi Indonesia bersikukuh karena itu wilayah teritorial Indonesia yang diakui dunia.

[Baca juga: Ancaman Tiongkok terhadap Laut Natuna Kian Nyata dan Beijing Keberatan dengan Pemberian Nama "Laut Natuna Utara"]

Maka, bagi yang mengusik Menteri Susi karena kebijakannya yang ketat mulailah berkaca diri karena hal itu merupakan langkah awal untuk menyelamatkan Indonesia jika kelak terjadi perang karena memperebutkan (cadangan) ikan. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun