Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Kabupaten Semarang, Penularannya Bukan Karena Orientasi Seksual

20 Oktober 2018   04:40 Diperbarui: 20 Oktober 2018   05:02 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi (Sumber: planetfem.co.uk)

Heteroseksual Menjadi Penyebab Paling Banyak Kasus HIV/Aids di Kabupaten Semarang. Ini judul berita di jateng.tribunnews.com (16/10-2018). Priode Januari-Agustus 2018 terdeteksi 43 kasus HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Judul berita ini menyesatkan karena heteroseksual sebagai orientasi seksual yaitu ketertarikan secara seksual kepada lawan jenis bukan penyebab penularan HIV/AIDS. 

Heteroseksual adalah salah satu faktor risiko pada penularan HIV/AIDS yaitu hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, antara laki-laki dan perempuan jika salah satu adau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Dalam berita disebutkan oleh Hasti Wulandari, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Dinkes Kabupaten Semarang, Jateng, terjadi peningkatan angka prosentase kasus HIV/AIDS menurut faktor risiko homoseksual. 

Sampai Agustus 2018 kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko heteroseksual sebanyak 71 persen turun dari 89 persen tahun sebelumnya, homoseksual 27 persen dari 10 persen tahun sebelumnya, dan biseksual 2 persen.

Jika dikaitkan dengan epedemi HIV/AIDS yang jadi persoalan adalah kasus HIV/AIDS pada kalangan heteroseksual dan biseksual karena mereka mempunyai pasangan tetap yaitu istri dan pasangan seks lain di masyarakat. 

Sedangkan homoseksual, dalam hal ini gay, tidak mempunyai pasangan tetap sehingga kasus HIV/AIDS pada gay hanya ada di komunitas mereka.

Dengan persentase kasus HIV/AIDS pada heteroseksual yang mencapai 71 persen tidak bisa dianggap remeh karena kalau HIV/AIDS pada laki-laki dewasa, maka itu artinya akan terjadi penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan oleh Hasti: "Meningkatnya kasus HIV pada homoseksual dari kalangan karyawan kemungkinan adanya sejumlah pabrik yang menerapkan sistem sift kerja."

 Anggapan ini bisa memojokkan perusahaan karena dikesankan ada karyawan homoseksual yang melakukan seks anal di perusahaan sehingga terjadi penularan HIV.

Sayang, wartawan yang menulis berita ini tidak memaparkan kasus HIV/AIDS pada kalangan heterosekual, misalnya, berapa kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu hamil. Selanjutnya apakah suami-suami ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS menjalani tes HIV.

Dalam berita juga tidak ada penjelasan tentang bagaimana kalangan heteroseksual tertular HIV/AIDS. Tanpa penjelasan tentang cara heteroseksual tertular HIV, maka berita ini pun tidak memberikan pencerahan kepada publik tentang cara-cara penularan HIV.

Disebutkan oleh Taufik Kurniawan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Semarang, program jangka panjang yang tengah digarap olehnya ialah pendampingan guna peribahan perilaku para Odha.

Pendampingan dan perubahan perilaku Odha ada di hilir. Artinya warga yang didampingi adalah orang-orang yang sudah tertular HIV/AIDS. 

Itu artinya KPA menunggu warga tertular HIV/AIDS selanjutnya menjalani tes HIV. Jika hasil tes HIV positif, maka diberikan pendamping untuk perubahan perilaku.

Yang diperlukan adalah langkah yang konkret di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV/AIDS baru khususnya pada laki-laki melalui hubungan seksal dengan pekerja seks komersial (PSK). Tanpa progam yang konkret di hulu, maka insiden infeksi HIV akan terus terjadi.

Laki-laki dewasa yang tertular HIV/AIDS akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, secara diam-diam karena mereka tidak menyadari kalau dirinya sudah tertular HIV/AIDS. Ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.

Penyebaran HIV/AIDS di masyarakat di Kabupaten Semarang ibarat 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun