Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menguji Peran Perda AIDS Lombok Barat Menanggulangi AIDS

15 Oktober 2018   08:06 Diperbarui: 15 Oktober 2018   08:13 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: onlymyhealth.com)

Langkah pun diambil dengan mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS sebagai upaya menahan laju pertumbuhan kasus. Ini ada dalam berita "Pemkab Lobar Gelar Pencegahan Meluasnya HIV/AIDS" (hariannusa.com, 10/10-2018). Perda AIDS tsb. disahkan tanggal 25 April 2016.

Langkah yang dimaksud jawaban terhadap meluasnya segmentasi pada kelompok resiko rendah seperti ibu rumah tangga dan balita membuat semua pihak merasa semakin khawatir, mengingat institusi ini dianggap sebagai pertaruhan dan benteng terakhir dalam upaya mencegah meluasnya kasus HIV/AIDS di Kabupaten Lombok Barat, NTB.

[Baca juga:AIDS di Lombok Barat, Abaikan Perilaku Seks Laki-laki Heteroseksual]

Catatan penulis menunjukkan Perda AIDS Lobar ini adalah salah satu dari 107 perda yang diterbitkan oleh pemprov, pemkab dan pemkot se-Indonesia. Perda AIDS Lobar ada pada urutan ke-59 dari 63 perda AIDS kabupaten.

Perda Mengekor

Riwayat Perda AIDS di Indonesia berawal dari keberhasilan Thailand menunrunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) dengan melakkukan intervensi yang memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali seks dengan PSK. Tapi, ada persyaratan yaitu praktek pelacuran dilokalisir.

[Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand]

Celakanya, Perda-perda AIDS di Indonesia cenderung copy-paste. Yang bikin kian runyam adalah Perda AIDS di Indonesia mengekor ke ekor program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand.

[Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand]

Dalam Perda AIDS Lobar, misalnya, di pasal  1 ayat 20 disebutkan: Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan kelompok rentan (Vulnerable people) adalah orang-orang yang karena lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, ketahanan dan atau kesejahteraan keluarga yang rendah dan status kesehatan yang labil, termasuk kelompok orang-orang dengan mobilitas tinggi baik sipil maupun militer, petugas kesehatan, remaja, anak jalanan, ibu hamil dan penerima transfusi darah.

Yang membuat seseorang rentan bukankarena pekerjaan, kelompok kerja, kemiskinan, dll., tapi karena perilaku seksual orang per orang. Seorang PSK pun bisa tidak termasuk yang berisiko jika dia hanya mau seks dengan laki-laki, dengan pelanggan, pacar atau suami, yang memakai kondom.

Tanpa mobilitas yang tinggi pun kalau seorang laki-laki yang bekerja tetap di satu tempat tapi gemar seks dengan PSK tanpa memakai kondom termasuk orang yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Ini fakta.

Mengapa remaja disebut dalam perda ini kelompok rentang? Begitu juga dengan pemerima transfusi darah, mengapa disebut kelompok rentan? Tidak ada penjelasan.

Seseorang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual, jika:

(1). Laki-laki dan perempuan heteroseksual dewasa yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti;

(2). Laki-laki heteroseksual dewasa yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Laki-laki heteroseksual dewasa yang melakukan perilaku (1) dan (2) jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama kepada istrinya. Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari satu.

Jika istrinya tertular HIV, maka ada pula risiko penularan HIV sedara vertikal ke bayi yang dikandung istrinya kelak, terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Dengan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang terdereksi 240 yang terdiri atas 126 HIV dan 114 AIDS tidaklah menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat. Soalnya, epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es yaitu jumlah kasus yang terdeteksi (240) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

PSK Dilokalisir

Celakanya, dalam Perda AIDS Lobar ini tidak ada mekanisme yang riil yang tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM) untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat dan pada ibu-ibu hamil.

Di Pasal 3 ayat c disebutkan: Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan penularan HIV dan AIDS.

Salah satu mata rantai penyebaran HIV/AIDS adalah dari PSK melalui laki-laki heteroseksual ke istri atau pasangan seksnya. Thailand menjalankan program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki ketika seks dengan PSK. Dengan cara ini laki-laki tidak berisiko tertular HIV sehingga mata rantai penyebaran HIV dari PSK ke masyarakat diputus.

Tapi, transaksi seks dengan PSK dilokalisir dengan memakai jasa germo atau mucikari. Sedangkan di Lobar praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak dilokalisir sehingga tidak bisa dilakukan intervensi untuk memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali seks dengan PSK.

Pada Bab V tentang Pencegahan di Pasal 7 ayat 1 disebutkan:  Pencegahan HIV dan AIDS bertujuan untuk melindungi setiap orang agar tidak tertular HIV dan tidak menularkan kepada orang lain yang meliputi: 

a. Pencegahan yang dilakukan oleh Pengusaha SPA dan atau tempat Hiburan dan penyedia pekerja seks.

Dengan pernyataan di atas itu artinya ada transaksi seks di SPA dan tempat hiburan, tapi tidak jelas cara pencegahan yang dilakukan pengusaha SPA dan tempat hiburan.

b. Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) meliputi Penjangkauan dan Pendampingan terhadap kelompok-kelompok rawan tertular atau beresiko tertular dan rentan.

Ada rentang waktu bagi seseorang untuk mengubah perilaku (seks) sejak menerima informasi. Nah, dalam rentang waktu tsb. bisa saja sudah terjadi penularan HIV karena ybs. melakukan perilaku yang berisiko tertular HIV.

c. Program pemakaian kondom 100% (seratus persen) pada setiap hubungan seks beresiko.

Ini jelas copy-paste dari program Thailand tapi pada ekor. Ada lima program yang dijalankan Thailand secara simultan dengan skala nasional. Pemakaian kondom pada hubungan seksual berisiko adalah yang kelima, sedangkan di perda-perda AIDS di Indonesia kondom jadi di urutan pertama sehingga terjadi penolakan dan implementasi yang tidak jelas.

HIV di Tempat Kerja

Mekanisme pengawasan program kondom adalah dengan melakukan survailans tes IMS (infeksi menular seksual yang lebih dikenal sebagai 'penyakit kelamin'), yaitu kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), herpes genitalis, virus hepatitis B, klamidia, jengger ayam, virus  kanker serviks, dll. terhadap PSK yang dilokalisir di tempat pelacuran dan rumah bordil.

Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, maka ada sanksi hukum terhadap germo mulai dari peringatan sampai pencabutan izin usaha. Nah, di Lobar kan tidak ada tempat pelacuran yang diregulasi sehingga transaksi seks terjadi tanpa bisa dikendalikan.

Di Pasal 8 ayat 3 b disebutkan: Pemerintah Daerah melalui SKPD yang mempunyai urusan dibidang ketenagakerjaan melakukan upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS pada tenaga kerja melalui bersama dengan KPAK membentuk Kelompok Kerja Penanggulangan HIV dan AIDS dalam rangka melindungi tenaga kerja dari infeksi Virus HIV dan AIDS di lingkungan kerja.

Ini tidak akurat karena sebagai virus HIV tidak akan bisa menular di lingkungan kerja yang tidak menyediakan transaksi seks. Pasal itu salah kaprah. Yang dimaksud dengan peleibatan tenaga kerja dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah memberikan informasi kepada tenaga kerja tentang perilaku berisiko agar mereka tidak melakukannya di luar jam kerja. Soalnya, banyak tenaga kerja lajang dan tidak bersama keluarga sehingga ada kemungkinan mereka menyalurkan seks dengan PSK.

Di Pasal 8 ayat 5 disebutkan: Setiap ODHA wajib mencegah terjadinya penularan HIV dan AIDS kepada orang lain ....

Jika  tes HIV dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasi, maka setelah konseling sebelum tes seseorang yang akan tes HIV sudah menyatakan bahwa akan menghentikan penularan mulai dari dirinya jika hasil tes HIV positif. Tes HIV tidak akan pernah dilakukan jika seseorang yang konseling belum menyatakan hal itu secara sadar dan tanpa tekanan.

Yang jadi masalah besar adalah warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Di masyarakat mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Hal ini terjadi karena tidak ada gejala-gejala dan tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.

Dalam kaitan inilah diperlukan mekanisme yang komprehensif tanpa melawan hukum dan tidak pula melanggar HAM  untuk mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS.

'Bom Waktu'

Di Bab XII tentang Kewajiban danLarangan di Pasal 16 ayat 1 disebutkan: Setiap pemilik Hotel,Pengusaha Spa dan/atau tempat Hiburan dan penyedia pekerja seks wajib memfasilitasi pengecekan kesehatan karyawannya untuk memeriksa IMS setiap dua minggu sekali serta menyediakan kondom.

Pertama, pengecekan kesehatan tidak sama dengan survailans tes IMS dan HIV. Kedua, kalau pun ada survailans tes IMS, ketika tes dilakukan sebelumnya sudah terjadi penyebaran IMS yaitu kepada laki-laki yang seks tanpa kondom dengan PSK yang terdeteksi idap IMS. Laki-laki yang tertular IMS dari PSK jadi mata rantai penyebaran IMS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Sedangkan survailans tes HIV setiap dua minggu juga tidak berguna untuk penanggulangan HIV/AIDS karena: (a) ada masa jendela yaitu PSK yang tertular HIV di bawah tiga bulan hasil tes HIV bisa negatif palsu (tes HIV nonreaktif tapi PSK itu sudah mengidap HIV/AIDS) atau positif palsu (tes HIV reaktif tapi PSK itu tidak mengidap HIV/AIDS), (b) sebelum tes HIV sudah banyak laki-laki yang berisik tertular HIV dari PSK yang mengidap HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom.

Maka, yang diperlukan adalah mekanisme yang komprehensif untuk mendeteksi warga yang mengidap IMS dan HIV/AIDS tanpa melawan hukum dan tidak pula melanggar HAM.

Sedangkan di Pasal 16 ayat 2 disebutkan: Setiap pengguna jasa pekerja seks wajib menggunakan kondom.

Persoalannya adalah transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan beragam modus sehingga tidak bisa dijangkau.

Di Pasal 18 ayat 2 disebutkan: Setiap orang yang berprilaku seksual beresiko wajib melakukan upaya pencegahan yang efektif dengan cara menggunakan kondom.

Di Pasal 18 ayat 7 disebutkan: Setiap tempat hiburan, hotel dan penginapan atau tempat kost Pengelola wajib melakukan upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS melalui program PMTS.

Ini juga tidak jelas mekanismenya. Lagi pula tidak bisa dijangkau tempat-tempat yang dijadikan sebagai transaksi seks yang berisiko, al. dilakukan dengan PSK karena praktek PSK tidak dilokalisir.

Di Pasal 18 ayat 3 disebutkan: Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS wajib melindungi pasangan seksualnya dengan melakukan upaya pencegahan dengan menggunakan kondom.

Jika tes HIV dijalankan sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku, maka salah satu syarat tes HIV adalah ybs. menyatakan dengan tegas bahwa jika hasil tes HIV positif maka penularan HIV akan dia hentikan mulai dari dirinya.

Yang jadi soal adalah warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi dan belum ada gejala-gejala penyakit terkait AIDS sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, tanpa mereka sadari.

Kondisi ini bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun