Maka, yang diperlukan adalah mekanisme yang komprehensif untuk mendeteksi warga yang mengidap IMS dan HIV/AIDS tanpa melawan hukum dan tidak pula melanggar HAM.
Sedangkan di Pasal 16 ayat 2 disebutkan: Setiap pengguna jasa pekerja seks wajib menggunakan kondom.
Persoalannya adalah transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan beragam modus sehingga tidak bisa dijangkau.
Di Pasal 18 ayat 2 disebutkan: Setiap orang yang berprilaku seksual beresiko wajib melakukan upaya pencegahan yang efektif dengan cara menggunakan kondom.
Di Pasal 18 ayat 7 disebutkan: Setiap tempat hiburan, hotel dan penginapan atau tempat kost Pengelola wajib melakukan upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS melalui program PMTS.
Ini juga tidak jelas mekanismenya. Lagi pula tidak bisa dijangkau tempat-tempat yang dijadikan sebagai transaksi seks yang berisiko, al. dilakukan dengan PSK karena praktek PSK tidak dilokalisir.
Di Pasal 18 ayat 3 disebutkan: Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS wajib melindungi pasangan seksualnya dengan melakukan upaya pencegahan dengan menggunakan kondom.
Jika tes HIV dijalankan sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku, maka salah satu syarat tes HIV adalah ybs. menyatakan dengan tegas bahwa jika hasil tes HIV positif maka penularan HIV akan dia hentikan mulai dari dirinya.
Yang jadi soal adalah warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi dan belum ada gejala-gejala penyakit terkait AIDS sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, tanpa mereka sadari.
Kondisi ini bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H