Langkah pun diambil dengan mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS sebagai upaya menahan laju pertumbuhan kasus. Ini ada dalam berita "Pemkab Lobar Gelar Pencegahan Meluasnya HIV/AIDS" (hariannusa.com, 10/10-2018). Perda AIDS tsb. disahkan tanggal 25 April 2016.
Langkah yang dimaksud jawaban terhadap meluasnya segmentasi pada kelompok resiko rendah seperti ibu rumah tangga dan balita membuat semua pihak merasa semakin khawatir, mengingat institusi ini dianggap sebagai pertaruhan dan benteng terakhir dalam upaya mencegah meluasnya kasus HIV/AIDS di Kabupaten Lombok Barat, NTB.
[Baca juga:AIDS di Lombok Barat, Abaikan Perilaku Seks Laki-laki Heteroseksual]
Catatan penulis menunjukkan Perda AIDS Lobar ini adalah salah satu dari 107 perda yang diterbitkan oleh pemprov, pemkab dan pemkot se-Indonesia. Perda AIDS Lobar ada pada urutan ke-59 dari 63 perda AIDS kabupaten.
Perda Mengekor
Riwayat Perda AIDS di Indonesia berawal dari keberhasilan Thailand menunrunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) dengan melakkukan intervensi yang memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali seks dengan PSK. Tapi, ada persyaratan yaitu praktek pelacuran dilokalisir.
[Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand]
Celakanya, Perda-perda AIDS di Indonesia cenderung copy-paste. Yang bikin kian runyam adalah Perda AIDS di Indonesia mengekor ke ekor program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand.
[Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand]
Dalam Perda AIDS Lobar, misalnya, di pasal  1 ayat 20 disebutkan: Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan kelompok rentan (Vulnerable people) adalah orang-orang yang karena lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, ketahanan dan atau kesejahteraan keluarga yang rendah dan status kesehatan yang labil, termasuk kelompok orang-orang dengan mobilitas tinggi baik sipil maupun militer, petugas kesehatan, remaja, anak jalanan, ibu hamil dan penerima transfusi darah.
Yang membuat seseorang rentan bukankarena pekerjaan, kelompok kerja, kemiskinan, dll., tapi karena perilaku seksual orang per orang. Seorang PSK pun bisa tidak termasuk yang berisiko jika dia hanya mau seks dengan laki-laki, dengan pelanggan, pacar atau suami, yang memakai kondom.