Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS Bandung Barat, Kematian Pengidap HIV/AIDS Bukan Karena HIV/AIDS

4 Oktober 2018   20:22 Diperbarui: 4 Oktober 2018   20:52 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: independent.co.uk)

25 Warga Meninggal Akibat HIV AIDS, Ini yang Dilakukan Dinkes Bandung Barat. Ini judul berita di pikiran-rakyat.com (3/10-2018).

Judul berita ini menyesatkan karena belum ada kasus kematian pada pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS. Kematian pengidap HIV/AIDS bukan karena HIV/AIDS, tapi karena penyakit-penyakit yang ada pada masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV) yang disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Data Dinkes Kabupaten Bandung Barat, Jabar, sejak tahun 2011 sampai Juli 2018 terdeteksi 323 kasus HIV/AIDS dengan 25 kematian.

Penyesatan kian kental pada lead berita: "Sebanyak 25 orang di Kabupaten Bandung Barat meninggal akibat menderita HIV/AIDS ...."

Tidak semua orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS menderita. Semua pengidap penyakit menderita bukan hanya pengidap HIV/AIDS. Pengidap HIV/AIDS bisa menderita penyakit lain di masa AIDS jika tidak meminum obat antiretroviral (ARV) dan tidak ditangani oleh dokter.

Pernyataan di lead berita ini juga kacau-balau: Untuk meminimalisasi kasus HIV/AIDS, Dinas Kesehatan setempat mengintensifkan pemeriksaan voluntary counseling and testing (VCT) guna mendeteksi lebih dini resiko tertularnya penyakit tersebut.

Secara empiris menemukan kasus baru bukan mengurangi atau minimalisasi kasus HIV/AIDS, tapi justru menambah jumlah kasus HIV/AIDS. Deteksi dini terkait HIV/AIDS melalui tes HIV di Klinik VCT bukan meminimalkan kasus HIV/AIDS, tapi menambah jumlah kasus baru.

Lagi pula jika deteksi dini menemukan warga yang mengidap HIV/AIDS itu artinya sudah terjadi penularan HIV terhadap warga. Tes HIV melalui deteksi dini ada di hilir. Artinya, dibiarkan dulu warga tertular HIV baru dideteksi melalui tes HIV di Klinik VCT.

Dikatakan oleh Kepala Dinas Kesehatan KBB, Hernawan Widjajanto, didampingi Kasi Pengendalian Penyakit Menular, Asep Sutia, di antara kelompok yang rawan tertular HIV/AIDS, yaitu pelaku heteroseksual, laki seks laki, ibu hamil, dan ibu rumah tangga.

Kerawanan terhadap risiko tertular HIV/AIDS bukan karena orientasi seksual, seperti heteroseksual, tapi karena perilaku seksual yang berisiko tertular HIV pada orang per orang. Misalnya, laki-laki dewasa yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Ibu hami dan ibu rumah tangga tidak rawan tertular HIV karena perilaku seksual mereka tidak berisiko. Mereka berada pada risiko tertular HIV karena suami mereka yang sering melakukan perilaku berisiko.

Dikatakan oleh Kadinkes Bandung Barat: "Untuk kelompok yang beresiko tertular HIV/AIDS ini, kami sarankan agar melakukan pemeriksaan VCT di rumah sakit."

Pernyataan ini tidak tepat karena yang berisiko tertular HIV bukan kelompok, tapi orang per orang. Seorang PSK pun bisa tidak berisiko kalau dia hanya melayani laki-laki yang memakai kondom.

Satu hal yang luput dari berita itu adalah perihal 25 warga Bandung Barat yang meninggal karena penyakit terkait HIV/AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi pada masa AIDS. Maka, ada kemungkinan sebelum meninggal mereka sudah menularkan HIV ke orang lain.

Yang jadi persoalan besar adalah kalau di antara 25 warga Bandung Barat yang meninggal itu ada PSK, maka ada ribuan laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV. Jika kematian terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular, maka ada 3.600 - 10.800 laki-laki yang berisiko tertular HIV (1 PSK x 3-5 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 5 atau 15 tahun).

Maka, sudah saatnya Pemkab Bandung  Barat membuat regulasi untuk mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS karena kasus yang terdeteksi tidak menggamarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun