Jika dikaitkan dengan epidemi HIV/AIDS yang jadi persoalan bukan PSK, tapi laki-laki yang menularkan HIV ke PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK. Dalam kehidupan sehari-hari mereka ini bisa sebagai suami, pacar, selingkuhan, duda atau lajang yang akan jadi mata rantai penularan HIV secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Yang jadi persoalan besar di Jakarta Barat adalah perilaku seksual sebagian warga laki-laki dewasa yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung. Ini membuat insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi.
[Baca juga: AIDS Jakarta Barat, (Jumlah) Pengidap HIV/AIDS Tidak Bisa Dikurangi]
Disebutkan oleh Weningtyas: "HIV harus ditemukan sebanyak-banyaknya. Jadi, kalau ada banyak (yang ditemukan) jangan 'ih banyak banget', enggak. Justru memang harus dapat banyak, biar kalau ketemu diobatin sampai sembuh dan tuntas."'
Itu benar, tapi bagaimana caranya?
Bagaimana mencari-cari warga Jakarta Barat yang mengidap HIV/AIDS?
Apakah ada alat yang bisa mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS?
Adalah langkah yang naif mencari-cari pengidap HIV/AIDS hanya melalui pendataan populasi kunci karena yang jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terjadi secara diam-diam bagaikan 'bom waktu', justru bukan populasi kunci yaitu laki-laki dewasa heteroseksual penyuka seks dengan PSK.
Apakah Sudinkes Jakarta Barat bisa mendeteksi lelaki 'hidung belang' melalui pendataan?
Tidak perlu mencari-cari pengidap HIV/AIDS jika ada langkah yang komprehensif yang dijalankan dengan regulasi yang tidak melawan hukum dan tidak melanggar HAM. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H