Karena pengobatan dan kepatuhan untuk menerapkan seks aman (yaitu laki-laki selalu memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti) dikabarkan sifilis, salah satu jenis penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah (disebut IMS yaitu infeksi menular seksual tapi lebih dikenal sebagai 'penyakit kelamin'), sudah jadi bagian dari masa lalu.
Itu anggapan umum. Fakta menunjukkan, seperti dilaporkan Deutsche Welle (dw.com, 9/9-2018) di Jerman terjadi peningkatan jumlah warga yang terdeteksi mengidap sifilis, dikenal juga sebagai 'raja singa', dalam sepuluh tahun terakhir yaitu dari 4.309 di tahun 2007 meningkat jadi 7.476 di tahun 2017,
Sedangkan di Jepang data yang dirilis pemerintah menyebutkan jumlah pasien sifilis tahun 2017 terdeteksi 5.534, sedangkan tahun sebelumnya  4.518. Jumlah ini pertama kali terjadi di Jepang. Kasus sifilis ini jadi perhatian pemerintah Jepang menjelan Olimpiade 2000 (tribunnews.com, 10/1-2018).
[Baca juga: "Penyakit Kelamin" Merebak di AS, Bagaimana dengan Indonesia?]
Bagaimana dengan Indonesia?
Laporan apps.searo.who.int menyebutkan prevalensi sifilis pada perempuan berumur 15 - 49 tahun sebesar 0.8 persen (1997-1999). Sedangkan pada pekerja seks komersial (PSK) prevalensinya mencapai  29.7  persen (2000-2001) dengan perkiraan antara 19.6 - 39.7 persen. Â
Sedangkan laporan  waspada.co.id (23/5-2016) menyebutkan: Penderita penyakit menular seksual atau sifilis tergolong tinggi di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. Secara umum yang terjangkit penyakit tersebut masih berusia produktif.
Kepanikan karena IMS dan kemudian disusul HIV/AIDS ternyata mudah dilupakan karena ada obat yang cespleng untuk mematikan IMS dan ada pula obat untuk menanangani HIV/AIDS walaupun tidak bisa menyembuhkan. Ada obat antiretroviral (ARV) yang menekan laju replikasi HIV di darah sehingga sistem kekebalan tubuh tetap terjamin yang membuat pengidap HIV/AIDS tetap sehat.
Celakanya, karena kondisi-kondisi itu banyak orang, terutama kalangan muda, yang mengabaikan 'seks aman' yang jadi mantra di awal epidemi HIV/AIDS. Dengan memakai kondom terhindar dari HIV/AIDS sekaligus IMS. Akibatnya, IMS merebak lagi dan jadi ancaman serius sebagai 'penyakit di bawah selimut' yang menghantui penikmat seks.
Sifilis merupakan IMS yang disebabkan oleh bakteri spiroset Treponema pallidum sub-spesies pallidum. Penularannya melalui kontak seksual (seks vaginal, seks anal dan seks oral). Seorang perempuan yang mengidap sifilis juga bisa menularkan bakteri ke anak yang kandungnya selama masa kehamilan atau ketika persalinan. Bahkan, anak yang lahir bisa buta dan cacat fisik.
Gejalan infeksi sifilis beragam. Ulkus atau luka bisa terjadi di penis atau vagina. Bisa juga di anus pada perempuan dan laki-laki. Pada perempuan bisa juga di labia (bibir vagina). Besaran luka antara sebesar jerawat sampai satu centimeter.