Pasal 5 Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Pasal 6 Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 11 Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.
Dengan berpijak pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik PWI, maka peran media massa dan media online sebagai agent of change dan agent of development dalam masyarakat hanya bisa tercapai jika berita yang dipublikasikan mengedepankan aspek-aspek kehidupan manuasis, dll. (Lihat Gambar 1).
Jika ada media yang memuat ujaran kebencian itu sudah sangat terang-benderang bukan berita karena sudah melawan hukum yang melindungi pers dan wartawan. Begitu mudahnya sekarang menyebatkan fitnah, ujaran kebencian, caci-maki,dll. dengan memanipulasinya ebagai 'berita'. Ini sudah ranah psikologi karena jika berpijak ada asas jurnalistik perbuatan itu melawan hukum yang bisa saja terjadi karena persoalan psikologi atau kejiwaan.Â
Maka, bagi yang selalu mendengung-dengungkan bahwa UU ITE menghambar kreativitas, tolonglah berkaca diri: apakah haox kreativitas?
Tidak ada langkah yang lebih arif dan bijaksana selain mengirim pebuat hoax ke balik jeruji besi dengan landasan hukum UU ITE. Bravo UU ITE. *
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI