Baca juga: Menggugat Pemberian "Panggung" kepada Pelaku Kejahatan Seksual
Yang lebih konyol adalah pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, di DPR yang mengatakan orang tua Yy, gadis cilik berumur 14 tahun, korban perkosaan dan pembunuhan 14 begundal di Bengkulu (2016), bersalah sebabagi wujud dari krisis pengasuhan anak (nasional.tempo.co, 30/5-2016).Â
Orang tua Yy terpaksa ke ladang untuk cari makan, keamaman dan keselamatan warga, termasuk Yy, ada di tangan aparat pemerintahan daerah tsb.Â
Maka, ajakan Eliza justru bisa membuka luka lama dan menambah derita korban. Yang lebih konyol justru perempuan yang sering menyalahkan perempuan sebagai korban kekerasan seksual.Â
Dulu disebut-sebut karena cara berpakaian. Ketika muncul fakta bahwa korban kekerasan seksual, seperti perkosaan, justru perempuan yang menutup seluruh badan kecuali wajah ada jadi korban, eh, banyak pula yang mengatakan: Ya, karena pelaku kian tergoda .... Benar-benar di luar akal sehat.
Seperti yang dikatakan oleh Eliza ketika ada penyanyi dangdut dilecehkan pesepakbola: Â .... masih ada warganet yang berkomentar itu merupakan risiko dari profesi yang dijalani.
Komentar warganet itu benar-benar melawan hukum karena tidak ada UU yang membenarkan pelecehan seksual sampai kekerasan seksual terhadap perempuan dengan alasan pekerjaan tertentu dan cara berpakaian. Seorang perempuan hanya pakai bikini atau telanjang pun tidak ada UU yang membenarkan kekerasan seksual terhadap perempuan tsb.
Itulah sebabnya mengapa hanya Yogyakarta dan Bali yang jadi tujuan utama wisatawan mancanegara (Wisman) karena hanya di dua daerah itu ada 'hospitality' yang murni.
Baca juga: Pariwisata, Adakah "Hospitality" di Danau Toba dan DTW Lain Selain di Bali dan Yogyakarta?
Di daerah lain Wisman tanpa pakaian minim pun jadi sasaran pelecehan seksual. Mulai dari suitan sampai colekan, bahkan di Sumbar, Bali dan NTT ada Wisman yang diperkosa.