Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sedih Bahkan Menangis Pasca Seks, Kok Bisa?

13 Agustus 2018   20:25 Diperbarui: 14 Agustus 2018   20:33 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Perempuan yang sedih setelah seks (Sumber: nypost.com)

Berbagai studi menunjukkan ada beberapa manfaat hubungan seksual, seperti 'obat tidur', menghilangkan rasa sakit, dll. Tapi, di balik manfaat itu ternyata ada hal lain di luar perkiraan yaitu perasaan yang berkecamuk terkait dengan kesedihan dan ketidaknyamanan bahkan menangis setelah hubungan seksual.

Ian Kerner, seorang trapis seks di New York City, AS, mengatakan kesedihan setelah seks disebut post-coital dysphoria (PCD). PCD adalah (perasaan) kesedihan, kemarahan, dan kesusahan umumnya pasca-seks dan sering juga terjadi pasca-orgasme. Dysphoria adalah kondisi atau keadaan tidak puas dan ketidaknyamanan setelah melakukan hubungan seksual. Bahkan, menurut Kerner ada laki-laki yang sampai menangis setelah seks (health.com, 30/8-2018).

Sedih dan Menangis

Ada juga yang menyebut kondisi pasca seks sebagai post-sex blues (perasaan sedih atau kesedihan setelah hubungan seksual dengan pasangan). Kesedihan bisa saja terjadi saat hubungan seksual berlangsung, bahkan pada hubungan seksual dengan pasangan terdekat, dengan harapan seks yang menyenangkan. PCD ini juga bisa terjadi selama dan setelah 'seks swalayan' yaitu seks tanpa pasangan (onani dan masturbasi).

Pada beberapa kasus, disebutkan ada yang menangis atau tertekan setelah orgasme. Kondisi itu bisa jadi pemicu pertengkaran dengan pasangan. Kesedihan, ketidaknyamanan bahkan menangis bukan karena kegagalan hubungan seksual karena hal itu justru terjadi setelah hubungan seksual yang memuaskan dan menyenangan dengan pasangan. Kalangan ahli juga mengatakan PCD dan post-sex blues tidak ada kaitannya dengan keintiman.

gettyimages.com
gettyimages.com
Disebutkan tidak terlalu banyak yang diketahui tentang PCD dan post-sex blues. Tapi, hasil survei terhadap 230 mahasiswi di Australia yang dilakukan oleh peneliti di Queensland University of Technology (QUT) Australia yang diterbitkan di Sexual Medicine tahun 2915 bisa memberikan gambaran tentang PCD dan post-sex blues pada perempuan,

Mahasiswi ikut dalam survei tentang pengalaman mereka dengan PCD berumur antara 18 hingga 55 tahun dengan usia rata-rata 26 tahun. Hasilnya? 46 persen mengatakan bahwa mereka pernah mengalami PCD di masa lalu. Sekitar 5 persen mengatakan bahwa mereka memiliki gejala selama sebulan terakhir, dan sekitar 2 persen melaporkan memiliki PCD "selalu" atau "sebagian besar waktu."

Hasil sebuah penelitian yang diterbitkan dalam "International Journal of Sexual Health" menyebutkan dari 200 perempuan yang disurvei satu dari tiga dari perempuan muda mengaku mengalami "dysforia pasca-persalinan" atau "blues pasca-seks" setelah hubungan seksual, bahkan pada hubungan seksual yang memuaskan (psychcentral.com).

PCD diperkirakan ahli terkait dengan fenomena medis tapi tidak sepenuhnya diakui. Maka, istilah lain yang diperkenalkan adalah post coital depression yaitu suasana ketentrama hati yang menurut setelah melakukan hubungan seksual. Kodisi ini dikabarkan sering dilaporkan tapi sangat sedikit studi ilmiah terkait fenomena ini. Apalagi dikaitkan degnan seks yang sangat beragama masalah yang kompleks dalam keseharian kehidupan (marieclaire.co.uk, 12/6-2017).  

Ilustrasi: Pasangan yang sedih setelah seks (Sumber: rd.com)
Ilustrasi: Pasangan yang sedih setelah seks (Sumber: rd.com)
Celakanya, kalangan ahli tidak yakin PCD bisa terjadi dan apa pula penyebabnya. Mereka seakan menduga kesedihan, ketidaknyamanan dan menangis setelah hubungan seksual bisa jadi karena takut ikatan pasangan yang kuat putus. Ada juga yang menduga pengalaman masa lalu sebagai korban pelecehan seksual bsia memicu PCD.

Hormon

Itulah sebabnya para peneliti di QUT mengatakan survei mereka tidak berlaku umum. Hasil survei pada kelompok mahasiswi yang kebanyakan Kaukasia (ras kulit putih) itu bisa jadi berbeda dengan kelompok mahasiswi lain. Peneliti QUT berhartap ada studi yang lebih luas sehingga hasilnya lebih beragam dan bagaimana pula PCD pada laki-laki.

Studi pertama PCD pada laki-laki diterbitkan dalam Journal of Sex & Marital Therapy berupa hasil survei peneliti Ausatralia terhdap 1.200 laki-laki melalui kuesioner secara online. Hasilnya, 4 persen mengatakan mengalami PCD secara teratur.

Ada yang menganggap sedang atau sudah melakukan hubungan seksual yang dahsyat dengan suasana nyaman, santai dan tertidur pula. Sebagian lain ternyata merasa sangat tidak nyaman yang diliputi kesedihan bagaikan meringkuk dalam kurungan sampai menitikkan air mata.

Karena para ahli tidak bisa memastikan kesedihan dan ketidaknyamanan pasca seks, maka Kerner mengatakan PCD ada hubungannnya dengan hormon. "Khusus untuk wanita, seks dan orgasme dapat melepaskan hormon oxytocin (hormon alami yang diproduksi tubuh yang berguna untuk memicu atau memperkuat kontraksi pada otot rahim-pen.), yang memfasilitasi attachment dan koneksi," kata Kerner.

Ketika seseorang merasakan peningkatakn oksitosis pada hubungan seksual itu artinya menyadari komitmen untuk terus bersama dalam waktu yang panjang. Sebaliknya, ketika emosi hilang yang ditandai dengan kesedihan dan ketidaknyamaman setelah seks itu artinya Anda harus segera bericara atau konsultasi dengan dokter atau terapis seks. Jangan biarkan seks jadi beban (Sumber: health.com, marieclaire.co.uk, issm.info, psychcentral.com, dan sumber-sumber lain). *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun