Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Ngawi, 158 Pengidap HIV/AIDS Tidak Mampu Bertahan

8 Agustus 2018   18:03 Diperbarui: 8 Agustus 2018   18:35 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: bigthink.com)

Ngeri, Dinkes Sebut Penderita HIV/AIDS Di Ngawi Terus Meningkat. Ini judul berita di siagaindonesia.com (6/8-2018). Judul ini menunjukkan pemahaman wartawan dan redaktur media online itu yang sangat rendah terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis.

Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kabupten Ngawi, Jawa Timur, sampai tahun 2018 dilaporkan 508, terdiri atas 263 laki-laki dan 245 perempuan, dengan 158 kematian.

Pertama, kalau kasus HIV/AIDS terus bertambah yang ngeri bukan jumlah kasus itu, tapi perilaku sebagai warga Ngawi yang terus saja melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS.

Salah satu perilaku berisiko tertular HIV/AIDS adalah laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Laki-laki yang tertular HIV jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, al. ke istri atau pasangan seks lain.

Kedua, pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya. Maka, angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah turun atau berkurang biar pun banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal dunia.

Itu artinya judul berita jadi misleading (menyesatkan) karena tidak memberikan gambaran riil tentang HIV/AIDS. Padahal, berita di media merupakan salah satu sumber informasi bagi masyarakat. Tapi, ketika berita tidak memberikan informasi yang akurat, maka masyarakat pun tidak menangkap fakta tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.

Di dalam berita disebutkan: " .... sedangkan 158 penderita tidak mampu bertahan ganasnya penyakit HIV/AIDS tersebut atau sudah meninggal."

Pernyataan ini lagi-lagi menunjukkan pemahaman wartawan dan redaktur yang sangat-sangat rendah terhadap HIV/AIDS. Kematian pengidap HIV/AIDS bukan karena keganasan HIV/AIDS, tapi karena HIV atau AIDS, tapi karena penyakit-penyakit yang muncul pada masa AIDS, seperti diare, TBC, dll. Masa AIDS secara statistik terjadi pada rentang waktu antara 5-15 tahun setelah tertular HIV.

Sayang, dalam berita tidak dijelaskan penyakit yang menyebabkan kematian pada 158 pengidap HIV/AIDS tsb.

Dikatakan oleh Jaswadi Kasi Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Ngawi: .... para penderita HIV/AIDS pada umumnya usia produktif antara 18-35 tahun yang jumlahnya terus mengalami peningkatan dan terus ditemukan penderita baru.

Entah apa makna dari penyebutan 'usia produktif' terkait dengan kasus HIV/AIDS. Ini pola pikir yang sangat naif karena usia 18-35 jelas ada pada tahap libido yang tinggi. Tentulah tidak masuk akal kalau kemudian kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada manula (manusia lanjut usia) karena libido mereka sudah ada di titik nadir.

Disebutkan lagi oleh Jaswadi, untuk mencegah sekaligus mendeteksi dini tertularnya HIV/AIDS melalui Dinkes Kabupaten Ngawi hingga kini ada tiga lokasi klinik VCT.

Tes HIV ada di hilir. Artinya, warga yang terdeteksi HIV/AIDS di Klinik VCT sudah melakukan perilaku berisiko dan kemungkinan besar mereka sudah menyebarkan HIV/AIDS secara horizontal al. melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah. Hal ini bisa terjadi karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan warga yang mengidap HIV/AIDS.

 Yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu agar insiden infeksi HIV baru bisa ditekan atau dikurangi. Soalnya, adalah hal yang mustahil menghentikan insiden infeksi HIV baru karena  tidak mungkin mengawasi perilaku seksual orang per orang warga Ngawi. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun