Dari Gambar 1 bisa dilihat perempuan yang hamil bisa saja putus sekolah di tingkat SD dan SMP sehingga mereka tidak menerima edukasi dan sosialisasi tentang kesehatan karena tidak sempat mengenyam pendidikan di tingkat SMA/SMK. Sebagian lagi siswi Aliyah yang juga tidak jelas apakah menerima sosialisasi dan edukasi kesehatan terkait dengan kekerdilan.
Itu artinya risiko anak lahir dengan kondisi buruk tetap besar. Selanjutnya pola asuh, pemberian ASI (air susu ibu), pola makan, dll. selama 2 tahun pertama, disebut 'masa emas', akan menentukan apakah kelak anak itu mengalami kekerdilan atau tidak (Baca juga: Kecukupan Nutrisi pada "1000 Hari Pertama Kehidupan" Cegah Stunting).
Disebutkan pula oleh Menkes: Masalah kekerdilan atau stunting dikarenakan kurang gizi kronik yang dimulai sejak remaja putri menderita anemia, kurang mendapat asupan gizi saat sebelum menikah dan mengandung, hingga tidak tercukupinya asupan gizi saat bayi dilahirkan hingga usia dua tahun (antaranews.com, 17/7-2018).
Pertanyaannya adalah: Apakah seorang ibu yang semasa remaja tidak kurang gizi otomatis akan bisa melahirkan dan mengasuh anak yang tidak kerdil?
Tentu saja tidak karena persoalan utama justru terjadi di masa kehamilan dan pengasuhan selama dua tahun sejak dilahirkan.
Diseburtkan pula: Staf pengelola UKS Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo M Aris mengungkapkan evaluasi dari penerapan rapor kesehatan menemukan banyaknya kasus anemia pada siswa SMA (antaranews.com, 17/7-2018).
Sayang, staf pengelola UKS itu tidak mencaritahu mengapa banyak siswi yang anemia. Jangan-jangan itu terjadi karena ada mitos kalau gemuk akan mempengaruhi hubungan seksual (Baca juga: Tidak Ada Kaitannya Antara Makan Nanas dan Timun dengan Kondisi Hubungan Seksual). Akibatnya, remaja putri menjalani diet agar tidak gemuk.
Jika Kemenkes dan instasi lain hanya melakukan sosialisasi dan edukasi kepada siswa-siswi SMA/SMK itu artinya jauh lebih banyak perempuan yang berisiko melahirkan anak yang berpotensi kekerdilan. Mereka adalah perempuan yang tidak mengenyam SMA/SMK dan perempuan yang dikuasai oleh partiarki dalam kehidupan berumah tangga.
Maka, selain sosialisasi dan edukasi langkah yang tepat adalah melakukan intervensi terhadap perempuan-perempuan hamil terkait dengan risiko kekerdilan tidak semata hanya menimbang dan mengukur badan bayi serta memberikan makanan tambahan setiap kali ke posyandu. *
*Jakal Km 5.5, Yogyakarta, 18/7-2018