Ketika dunia gencar menjalankan program penanggulangan epidemi HIV/AIDS, di Indonesia malah sebaliknya. Pemerintah dan DPR memasukkan satu pasal yang akan menjerat dengan mengkriminalisasi aktivis penanggulangan HIV/AIDS. Selain aktivis, maka wartawan, blogger dan penulis pun terancam dikriminalisasi jika menulis berita, laporan dan artikel tentang penanggulangan HIV/AIDS.
Padahal, Indonesia merupakan negara ketiga di Asia dengan percepatan kasus infeksi HIV baru setelah Cina dan India. Sehingga diperlukan sosialisasi berupa informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan cara-cara pencegahan HIV/AIDS yang riil.
Menurunkan Infeksi HIV Baru
Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tertanggal 24 Mei 2017 menyebutkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dari tahun 1987 sd. 31 Maret 2017 adalah 330.152 yang terdiri atas 242.699 HIV dan 87.453 AIDS dengan 14.754 kematian. Yang perlu diingat jumlah kasus yang terdeteksi ini (330.152) hanya sebagian kecil dari kasus yang riil ada di masyarakat karena epidemi HIV erat hubungannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (330.152) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Salah satu cara yang konkret untuk mananggulangi HIV/AIDS, dalam hal ini menurunkan insiden infeksi HIV baru, adalah dengan pemakaian kondom bagi laki-laki pada setiap hubungan seksual yang berisiko, yaitu:
(1). Laki-laki yang melakukan hubungan seksual, di dalam ikatan pernikahan yang sah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS. Untuk mencegah risiko tertular HIV maka laki-laki, dalam hal ini sebagai suami, harus memakai kondom pada setiap hubungan seksual.
(2). Perempuan yang melakukan hubungan seksual, di dalam ikatan pernikahan yang sah, dengan laki-laki yang berganti-ganti berisiko tetular HIV/AIDS karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS. Untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS, maka laki-laki sebagai suami harus memakai kondom.
(3). Laki-laki yang melakukan hubungan seksual, di luar ikatan pernikahan yang sah, dengan perempuan yang berganti-ganti berisiko tertular HIV/AIDS karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS. Untuk itu laki-laki harus memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.
(4). Perempuan yang melakukan hubungan seksual, di luar ikatan pernikahan yang sah, dengan laki-laki yang berganti-ganti berisiko tertular HIV/AIDS karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS. Agar perempuan ini terhindar dari penularan HIV/AIDS, maka laki-laki pasangannya  harus memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.
(5). Laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) berisiko tertular HIV karena bisa saja salah satu dari PSK itu mengidap HIV/AIDS. Untuk mencegah penularan HIV maka laki-laki harus pakai kondom. PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:
(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat plus-plus, 'artis', 'spg', cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
(6). Laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan waria berisiko tertular HIV karena bisa saja salah satu dari waria itu mengidap HIV/AIDS. Untuk itu kalau laki-laki yang jadi 'suami' (disebut menempong atau menganal) pakai kondom agar tidak tertular HIV/AIDS, kalau laki-laki ini jadi 'istri' (ditempong atau dianal) maka waria harus pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.
Jerat Pidana
Nah, cara pencegahan 6 perilaku di atas yang riil agar tidak tertular HIV hanya dengan pemakaian kondom. Soalnya, semua perilaku di atas tidak bisa dikontrol secara langsung karena tidak kasat mata. Kegiatan tsb. terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. Hanya perilaku 5 (a) yang kasat mata jika transaksi seks dilokalisir. Di Indonesia sejak reformasi tidak ada lagi lokres (lokasisasi dan resosialisasi) pelacuran sehingga pratek pelacuran 5 (a) juga sama dengan 5 (b) tidak kasat mata dan modusnya bermacam-macam bahkan dengan memakai media sosial.
Sebagai alat yang bisa mencegah kehamilan, kondom merupakan salah satu alat yang efektif dalam mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks oral dan seks anal) di dalam dan di luar nikah. Inilah isi materi penyuluhan langsung (tatap muka) dan tidak langsung (melalui brosur, media massa, media online dan media sosial) yang dilakukan oleh aktivis AIDS dan LSM, tentu saja dengan peragaan dan menyediakan kondom.
Thailand sudah membuktikan peran kondom dalam menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual dengan PSK yang dikenal sebagai program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK. Dari kasus yang mendekati 1 juta. Setelah program tsb. kasus baru di Thailand tahun 2010 estimasinya 12.000 dan tahun 2015 turun jadi 6.900. Bandingkan dengan Indonesia estimasi kasus baru pada tahun 2010 mencapai 69.000 dan pada tahun 2015 diperkirakan naik jadi 79.000 kasus baru (AIDS Data 2016, UNAIDS).
Celakanya, dalam Pasal 481 RUU KUHP disebutkan: Setiap orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukan suatu alat untuk mencegah kehamilan, secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan atau secara terang-terangan dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjukan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan tersebut, dipidana dengan pidana denda paling banyak sesuai kategori I. Pidana denda kategori I maksimal Rp 10 juta.
Peran aktivis dan LSM dalam menanggulangi epidemi HIV/AIDS sejalan dengan UU RI No 38 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Di Bab XVI Peran Serta Masyarakat disebutkan:
Pasal 174: (1) Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya; dan (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif.
Penyakit Menular
Di Bab X Â Penyakit Menular dan Tidak Menular pada Bagian Kesatu Penyakit Menular disebutkan pada Pasal 152:
(1). Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya.Â
(2). Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.Â
(3). Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat.
Sejak pemerintah mengakui di Indonesia sudah ada kasus HIV/AIDS yaitu sejak 1987 berbagai upaya penanggulangan melalui berbagai ragam cara justru dilakukan oleh aktivis yang tergabung dalam berbagai lembaga, seperti LSM (lembaga swadaya masyarakat), yayasan, dll.
Disebutkan sanksi pasal 483 dikecualikan bagi petugas keluarga berencana dan pencegahan penyakit menular. Di Indonesia tidak dikenal 'petugas pencegahan penyakit menular'. Sedangkan petugas KB tidak aktif melakukan penyuluhan terkait dengan HIV/AIDS karena selama ini ada stigma negatif terhadap kondom sehingga dalam penyuluhan KB tidak disinggung kondom sebagai alat mencegah penularan HIV/AIDS. Lagi pula aktivis AIDS tidak mengait-ngaitkan kondom dengan pencegahan kehamilan karena topik utama adalah sebagai alat mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual.
Salah satu kelemahan penyebarluasan informasi HIV/AIDS dan IMS melalui media massa, media online dan media sosial adalah banyak informasi yang tidak dilengkapi dengan cara-cara penularan dan pencegahan yang konkret.
Dengan keterbukaan informasi dan jaringan Internet sekarang ini tanpa dipromosikan oleh aktivis AIDS pun informasi tentang kondom dan alat-alat kontrasepsi lain tersedia secara luas dan jelas di Internet. Bahkan, ada pembelian alat-alat kontrasepsi secara online.
Maka, pasal 481 sangat naif dan di luar nalar yang pada akhirnya mendorong penyebaran HIV/AIDS di Negeri ini. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H