Yang jelas terjadi seks yang tidak aman yaitu hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang tidak diketahui status HIV-nya.
Hanya saja, apakah pengidap HIV/AIDS di Kota Sukabumi sudah terdeteksi semuanya?
Kalau jawabannya tidak, maka itu artinya penyebaran HIV/AIDS juga terjadi antara penduduk secara horizontal al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Apakah suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS juga menjalani tes HIV?
Kalau jawabannya tidak, maka suami-suami itu jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarkat, terutama  melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
PSK Tidak Langsug
Disebutkan pula: Sambung Fifi, saat ini tugas KPA dinilai cukup berat, sebab saat ditemukan kasus baru, pihaknya harus mempertahankan para pengidap HIV/AIDS agar konsisten menjalani pengobatan.
Orang-orang yang terdeteksi HIV tidak otomatis menjalani pengobatan karena harus menjalani tes CD4. Jika hasilnya di bawah 350 baru minum obat antiretroviral (ARV). Obat ARV bukan untuk pengobatan agar sembuh tapi hanya sebatas menekan penggandaan HIV di dalam darah sehingga sistem kekebalan tubuh Odha tetap bisa dipertahankan. Dengan kondisi ini pengidap HIV/AIDS tetap menjalankan kegiatan sehari-hari.
Soal pencegahan HIV/AIDS yang jadi pertanyaan adalah: Apakah di Kota Sukabumi ada pratek pelacuran?
Kalau Fifi dan pejabat di sana mereka akan serentak mengatakan: Tidak ada!
Ya, secara de jure betul karena sejak reformasi semua lokres (lokalisasi dan resosialisasi) pelacuran ditutup. Tapi, apakah Fifi bisa menjamin di Kota Sukabumi tidak ada transaksi seks?