Ketika ummat Islam di Banten sedang menyiapkan minuman dan makanan untuk berbuka puasa Ramadan, tapi ada warga yang justru membuat panik ratusan penumpang kereta api (KA) lokal Merak-Rangkasbitung  dan Rangkasbitung-Merak (1/6-2018).
Penulis dan beberapa penumpang yang naik dari Stasiun (Sta) Merak dan Sta Krenceng semula sudah lega karena KA tiba tepat waktu di Stasiun Cilegon yaitu pukul 15.59. Itu artinya KA akan sampai di Sta Rangkasbitung pukul 17.36 sehingga bisa lansung naik KRL jurusan Rangkasbitung-Tanah Abang yang berangkat pukul 17.40.
Memang, KA yang berangkat dari Sta Merak pukul 15.35 akan berpapasan (disebut silangan) dengan KA dari Rangkasbitung ke Merak yang berangkat dari Rangkasbitung pukul 14.35 di Sta Cilegon. Maka, ketika KA berhenti beberapa menit penumpang sudah paham. Tapi, setelah KA Rangkasbitung-Merak tiba di Sta Cilegon sampai 30 menit KA jurusan Rangkasbitung belum juga berangkat.
Satu jam berlalu barulah keamaman KA menyuruh semua penumpang turun denga membawa barang-barang bawaan. "Aduh, bagaimana ini. Barang saya banyak, Pak," kata seorang ibu setengah baya sambil menunjuk tumpukan barangnya.
Penumpang terus mencari tahu apa yang terjadi. Tapi, tidak ada informasi yang disampaikan ke penumpang yang menunggu di sepanjang rel stasiun. Ada yang mengatakan salah satu KA menabrak warga sehingga takut ada amuk massa.
Beberapa saat sebelum bunyi sirene yang menandakan waktu Magrib sebagai saat berbuka, ada bunyi sirene mobil polisi tim Gegana (penjinak bom). Lagi-lagi tidak ada pemberitahuan mengapa ada Gegana. Penumpang yang akan melanjutkan perjalanan dengan KRL dari Rangkasbitung mulai resak karena KRL terakhir dari Rangkasbitung ke Tanah Abang pukul 20.40. Perjalanan dari Cilegon ke Rangkabitung kira-kira satu setengah jam.
Karena sudah waktu berbuka penumpang di sisi rel pun minum dan makan makanan yang sudah disediakan sebelum naik KA. "Aneh," kata seorang penumpang, "Kalau polisi menembak tersangka teroris semua heboh, tapi karena ulah teroris kita jadi sengsara begini tidak pernah mereka perhatikan."
Kekecewaan penumpang terhap institusi dan orang-orang yang berkoar-koar soal hal terkait dengan penindakan teroris sangant masuk akal. Maklum, banyak penumpang yang memilik KA karena ongkos yang murah dan dekat ke rumah sehingga tidak perlu lagi naik angkot. Ongkos KA Merak-Rangkasbitung dan sebaliknya hanya Rp 3.000. Gerbong pakai pendingin ruangan. Waktu tempuh tepat waktu.
Setelah Brimob menyisir dua rangkaian KA semua lega karena tidak ditemukan bom seperti bunyi SMS yang diterima oleh kondektur KA relasi Merak-Rangkasbitung sekitar pukul 16.00.
Tapi, KA juga ada pemberitahuan. Menjelang pukul 19.00 penumpang jurusan Merak dipersilakan naik dan KA pun melanjutkan perjalanan.
Lho, KA jurusan Rangkasbitung?
Terpaksa harus menunggu dulu karena tim Gegana sedang menyisir lokomotif dan rangkaian KA. Rupanya Gegana lebih dahulu menyisir KA jurusan Merak. Pukul 18.30 KA jurusan Rangkasbitung diberangkatkan. Penumpang yang akan melanjutkan perjalanan dengan KRL lega.
Ketika petugas keamanan dan karyawan KA menyuruh penumpang turun sama sekali tidak ada penjelasan alasan menurunkan penumpang. Penumpang baru meraba-raba alasan ketika tim Gegana tiba di Sta Cilegon.
Pemeintah, dalam hal ini Kemenkominfo, sudah merekam semua identitas pemilik kartu chip prabayar, apakah nomor penyebar teror bom di KA melalui SMS itu bisa dilacak?
Nama dan nomor ponsel kondektur ditempel di setiap gerbong di rangkaian kedua KA itu. Apakah mungkin yang menebar ancaman bom itu justru penumpang di salah satu KA tsb.?
Apakah alasan Kepala Stasiun KA Cilegon tidak memberitahu penumpang tentang alasan penundaan keberangkatan dan menyuruh semua penumpang turun?
Tanpa informasi justru membuat penumpang resah. Dan, inilah yang dilakukan oleh Manejem KAI, dalam hal ini penguasa di Sta Cilegon. *
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI