Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS Jawa Tengah, Langkah Penanggulangan Ganjar Tidak Menyentuh Akar Persoalan

11 Mei 2018   05:38 Diperbarui: 11 Mei 2018   08:01 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017 tentang jumlah kasus AIDS yang dilaporkan menurut faktor risiko tahun 2010-2017 menunjukkan jumlah kasus AIDS dengan faktor risiko IDU (injecting drug users atau penyalahguna narkoba dengan jarum suntik) sebesar 10,4 persen dari jumlah kasus AIDS nasional. Bandingkan penularan HIV dengan faktor riiskoheteroseksual yang mencapai 67,8 persen.  

Celakanya,  Ganjar Pranowo, cagub Jateng yang juga petahana, mengatakan " .... dalam pencegahan HIV Aids di Indonesia, ia sudah melakukan kerja sama dengan BNN untuk memberikan fasilitas cukup." Ini dikatakan Ganjar dalam debat kandidat pada Pilkada 2018 tanggal 3 Mei 2018 (news.idntimes.com, 3/5-2018).

Ketika pasangan cagub/cawagub Ganjar-Taj Yasin ditanya strategi mengatasi penyakit menular, dalam hal ini HIV/AIDS, Ganjar menyebutkan tiga hal yaitu:

(1) BNN harus diberikan fasilitas yang cukup. Jika bertolak dari fakta berupa laporan kasus AIDS yang dikeluarkan Ditjen P2P, maka jawaban Ganjar ini tidak relevan dengan fakta karena kasus AIDS terbanyak terjadi melalui hubungan seksual heteroseksual bukan melalui jarum suntik penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya).

(2) Media sosial menjadi sumber informasi untuk pencegahan. Ini juga tidak pas karena informasi HIV/AIDS di media mainstream saja banyak yang tidak akurat, apalagi di media sosial. Lagi pula informasi HIV/AIDS banyak yang dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga mengaburkan fakta medis HIV/AIDS. Akibatnya, masyarakat hanya menangkap mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Misalnya, mengait-ngaitkan zina, pelacuran, LGBT dengan penularan HIV. Ini menyesatkan karena penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (di lar nikah, zina, pelacuran, seks oral, seks anal, LGBT, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom).

(3) Keluarga memiliki peran penting. Risiko tertular HIV al. terkait dengan perilaku seksual orang per orang. Lagi pula dalam keluarga pun bisa terjadi penularan HIV yaitu antara suami dan istri (Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS).

Laporan Ditjen P2P menyebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Jawa Tengah tahu 1987 sampai 31 Maret 2017 adalah 24.569 yang terdiri atas 18.038 HIV dan 6.531 AIDS. Jumlah kumulatif ini menempatkan Jawa Tengah pada peringkat 5 secara nasional.

Dengan tiga langkah di atas adalah mustahil penyebaran HIV/AIDS di Jawa Tengah bisa diatasi karena tiga langkah itu sama sekali tidak menyentuh akar persoalan. Insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, terjadi melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:

(a) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(b) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

Terkait dengan PSK langsung (a) banyak tempat pelacuran yang sudah ditutup sehingga transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga tidak bisa dilakukan intervensi untuk memaksa laki-laki pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Sedangkan terhadap PSK tidak langsung (b) justru lebih sulit karena mereka tidak kasat mata.

Itu artinya insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa akan terus terjadi yang kemudian akan menularkan HIV ke istri atau pasangan seksualnya. Selanjutnya jika istri tertular HIV, maka ada pula risiko penularan HIV ke bayi yang dikandung istrinya kelak.

Karena tidak ada langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS, maka kelak akan bermuara pada 'ledakan AIDS'. * [aidsindonesia.com] *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun