Sekarang obat antiretroviral (ARV) untuk menekan laju replikasi HIV di dalam darah masih gratis karena ada 'sedekah' dari donor asing. Tapi, kalau donor itu menghentikan bantuan tentulah pemerintah harus menanggung obat ARV bagi ratusan ribu pengidap HIV/AIDS. Jika tidak diberikan obat ARV kondisi mereka jelek sehingga tidak bisa bekerja optimal dan jadi beban keluarga. Selain itu tanpa obat ARV penularan HIV akan terus terjadi terutama dari laki-laki pengidap HIV ke pasangannya.
Kanker serviks yang al. juga ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah jadi penyebab kematian nomor dua pada perempuan di Indonesia. Ada lagi kanker payudara yang juga penyebab kematian pada perempuan.
Celakanya, dalam debat-debat itu sama sekali tidak muncul pembicaraan terkait dengan upaya penanggulangan HIV/AIDS, IMS, dan penyakit tidak menular serta upaya mengentaskan perempuan yang jadi PSK. Survei Kemenkes RI akhir tahun 2012 menunjukkan ada 230.000 PSK langsung di beberapa kota pelabuhan di Indonesia (antarabali.com. 9/4-2013). Angka ini tidak termasuk PSK tidak langsung yang beroperasi di luar lokalisasi pelacuran dan memakai teknologi kumunasi dan media sosial.
Apakah calon-calon pemimpin daerah itu memahami realitas sosial di social settings daerahnya secara faktual?
Langkah mereka kelak ketika memimpin daerahnya akan jadi jawaban dari pertanyaan di atas. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H