Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS pada LSL Tidak Perlu Dirisaukan

20 Maret 2018   16:14 Diperbarui: 20 Maret 2018   16:27 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: indianexpress.com)

*4,9 juta laki-laki beristri di Indonesia jadi pelanggan tetap PSK

Entah apa yang mendorong banyak pihak, terutama Dinas-dinas Kesehatan (Dinkes) dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), aktivis dan LSM di banyak daerah yang terkait langsung dengan HIV/AIDS belakangan ini selalu mengatakan bahwa kasus HIV/AIDS terbanyak pada LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki).

Bahkan, mereka sampai pada kesimpulan bahwa pola penyebaran HIV sekarang sudah bergeser ke LSL. Yang anek bin ajaib dan sama sekali tidak masuk akal sehar adalah mengapa kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada LSL justru bikin heboh?

Judul-judul berita pun sensasional dan bombastis yang hanya mengumbar opini dengan data yang centang-perenang dan penafsiran yang kacau-balau (Baca juga: AIDS di Kota Bogor, yang Berkeliaran Sebarkan AIDS bukan Gay, tapi Laki-laki Heteroseksual  dan Menyoal Tren Penularan HIV/AIDS di Kabupaten Bogor).

Soalnya, kalau benar penyebaran HIV/AIDS sekarang beralih ke LSL, maka tidak ada yang perlu dirisaukan lagi karena HIV/AIDS pada LSL ada di terminal terakhi karena mereka tidak punya istri. HIVAIDS 'berkecamuk' di komunitas LSL yang tidak bersentuhan langsung dengan populasi umum. Hanya sebagian kecil dari LSL itu yaitu kalangan biseksual yang jadi mata rantai penyebaran HIV sebagai jembatan dari komunitas LSL ke masyarakat, dalam hal ini pasangan seks biseksual seperti istri, pacar atau selingkuhan.

HIV/AIDS pada LSL, khususnya gay, ada di terminal terkahir epidemi HIV karena gay tidak punya perempuan sebagai istri sehingga kalau pun ada penularan hanya terjadi di komunitas gay.

Sedangkan HIV/AIDS pada waria terjadi karena ada laki-laki heteroseksual yang menularkan HIV, selanjutnya ada pula laki-laki heteroseksual pelanggan waria yang tertular HIV melalui seks anal yang tidak memakai kondom.

Kerja keras kalangan-kalangan tadi membuat hati lega karena bayi-bayi yang akan lahir terbebas dari risiko dengan HIV/AIDS. Ini terjadi karena pola penyebaran HIV tidak lagi pada kalangan heteroseksual melalui laki-laki ke istri yang akan berakhir pada anak yang dikandung istri.

Dan, pernyataan itu pun menambah kisruh epidemi HIV karena yang jadi perhatian hanya kalangan LSL. Yang lebih tidak masuk akal banyak pula yang menyebut penyebaran HIV bergeser LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Sampai detik ini belum ada kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dengan faktor risiko lesbian. Pada lesbian (perempuan yang secara seksual tertarik kepada perempuan) tidak terjadi seks penetrasi sehingga risiko tidak ada penularan melalui aktivitas seks.

Benar-benar membingungkan mengapa kalangan-kalangan tadi terus-menerus menyerang LSL, bahkan mereka menyebut LGBT, sebagai tempat pergeseran penyebaran HIV. Ini yang tidak masuk akal kalau penanggulangan HIV/AIDS berpijak pada HIV/AIDS sebagai fakta medis.

Soalnya, survei Kemenkes RI sampai akhir tahun 2012 ada 6,7 juta laki-laki di Indonesia yang menjadi pelanggan 230.000 pekerja seks komersial (PSK), Dari 6,7 juta laki-laki itu 4,9 juta di antaranya beristri (antarabali.com, 9/4-2013), 

Agaknya, penggiat terkait dengan HIV/AIDS tadi melupakan data ini. Atau mereka menganggap tidak ada lagi praktek pelacuran karena semua lokalisasi pelacuran sudah dibumihanguskan.

Perosalannya adalah: Apakah benar tidak ada lagi laki-laki beristri yang melakukan perilaku berisiko, al. melakukan hubungan seksual tanpa memaka kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK)?

Jawaban dari pertanyaan ini akan muncul ketika tes HIV diberlakukan terhadap perempuan-perempuan hamil dan suaminya.

Kalau kasus-kasus baru HIV terus terdeteksi pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan ibu yang tidak menjalani tes HIV, maka pernyataan kalangan-kalangan yang mengklaim bahwa penyebaran HIV sudah bergeser ke LSL adalah khayalan semata yang didorong oleh pemikiran homofobia. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun