Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perairan Laut Indonesia Dikotori

3 Maret 2018   09:36 Diperbarui: 3 Maret 2018   11:19 1445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Laut Indonesia Jadi Ladang Perampok Ikan, Jalur Penyeludupan Narkoba, dan Persinggahan Buronan

Tahun lalu kapal pesiar MV Caledonian Sky kandas di perairan Raja Ampat, Papua Barat (4/3-2017). Hal ini janggal karena kapal itu mempunyai peralatan navigasi yang canggih, tapi mengapa bisa kandas? Selain itu mengapa kapal pesiar bisa dapat izin berlajar di kawasan terumbu karang?

Perairan Indonesia juga jadi jalur penyelundupan narkoba. Paling tidak ada tiga kasus besar dengan tangkapan di atas 1 ton sabu yaitu di Anyer, Serang, Banten (2017) dan dua kasus di perairan Kepri (2018).

Ilustrasi: Kapal pesiar mewah
Ilustrasi: Kapal pesiar mewah
Kemudian awal Maret 2018 Bareskrim Polri menahan kapal pesiar mewah "Equanimity"  yang berharga 250 juta dolar AS yang merupakan buronan Federal Bureau Investigation (FBI), AS, di perairan Benoa, Bali. Kapal pesiar yang diduga hasil pencucian uang terkait dengan kasus "1 Malaysia Development Berhard" (1MDB) yang masuk ke AS ini sudah empat tahun dikejar FBI.

Dikabarkan peralatan canggih kapal ini dimanfaatkan para awak untuk mengelabui pelacakan. Sebelum masuk ke perairan Benoa, Polri dan TNI AL perlu juga mengusut perjalanan kapal itu di perairan laut Indonesia. Siapa tahu sebelum ke Benoa kapal ini sudah sandar di pelabuhan atau perairan Indonesia.

Pelacakan itu perlu agar kelak tidak terulang lagi kasus yang sama sehingga kapal-kapal yang jadi buronan internasional tidak menjadikan laut dan pelabuhan Indonesia sebagai persinggahan.

Yang jadi pertanyaan besar adalah: seandainya tidak ada notifikasi dari FBI apakan kapal itu akan diizinkan berlabuh di Benoa?  Bertolak dari kasus kapal pesiar MV Caledonian Sky bisa jadi kapal-kapal buronan berlabuh bak di pantai nirwana jika aparat terkait tidak tegas dan jeli mempelajari dokumen kapal.

Begitu juga dengan penyelundupan narkotika jika aparat pemerintah, dalam hal ini Kepolisian, Bea Cukai, BNN, TNI AL, dll. tidak tegas, maka narkotika itu akan meracuni jutaan rakyat Indonesia. Sekarang saja sudah lima juta lebih warga yang jadi pecandu narkoba.

Kekayaan laut negeri ini pun puluhan tahun sejak merdeka dijarah oleh nelayan asing dengan bebas. Untunglah Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, dengan dukungan penuh Presiden Jokowi menjalankan amanan UU dengan tegas sehingga puluhan kapal nelayan asing yang merampok ikan di laut Nusantara ditenggelamkan.

Celakanya, ada saja suara sumbang yang mengejek Menteri Susi yang menjalankan amanah UU. Penenggelaman kapal perampok ikan itu dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan sehingga sah menurut UU.

Ide Presiden Jokowi untuk memantau wilayah perairan Indonesia dengan drone sudah pantas diwujudkan karena luas laut yang tidak mungkin dipagari dengan kapal. Dipantau dengan kapal terbang pun tidak bisa dilakukan 24 jam, sedangkan dengan drone bisa dipantau 24 jam setiap hari sepanjang tahun.

Ilustrasi: Kapal pesiar Caledonian Sky (Sumber: tribunnews.com)
Ilustrasi: Kapal pesiar Caledonian Sky (Sumber: tribunnews.com)
Soalnya, seperti kapal pesiar Caledonian Sky yang berlayar di perairan Raja Ampat yang berisiko merusak kapal itu tentu muncul pertanyaan: Apakah ada misi terselubung yang dijalankan kapal pesiar itu? (Baca juga: Kapal Pesiar Asing Kandas di Raja Ampat, Kok Bisa?)

Bisa saja ada kegiatan mata-mata untuk memetakan jalur bawah air laut yang aman untuk kapal selam. Patut dipertanyakan langkah nakhoda kapal pesiar itu 'mendaratkan' kapalnya di atas terumbu karang karena langka itu berisiko karena bisa merusak lambung kapal.

Perairan di bagian barat Papua Barat sampai ke utara adalah salah satu jalur perpindahan ikan secara besar-besaran dari selatan ke utara sesuai dengan musim. Bisa juga ada usaha untuk 'memotret' pergerakan ikan di perairan Nusantara. Bisa juga yang dipakai untuk membuat peta jalur laut dalam untuk jalur pelayaran kapal selam.

Laut Indonesia juga menyimpan kekayaan sebagai 'kuburan' kapal-kapal perang dan niaga yang karam. Dengan mengetahui alur-alur yang aman dari jangkauan radar bisa saja kekayaan arkeologi bawah air itu dijarah. Jika ini terjadi, maka kita hanya bisa gigit jari.  

Maka, sudah saatnya pemerintah tidak hanya terpaku pada upaya untuk menarik wisatawan sebanyak-banyaknya, tapi mengabaikan keamanan (laut) negara. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun