Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lagi-lagi Soal LGBT, Hanya Soal Kekhawatiran akan Terjadi Perkawinan Sejenis

24 Januari 2018   20:38 Diperbarui: 25 Januari 2018   03:53 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: kitodiaries.com)

Hiruk-pikuk pembicaraan, talkshow di televisi, wawancara di radio, perdebatan, diskusi, dll. tentang LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) melebar ke sana ke mari. Yang muncul kemudian adalah bentuk-bentuk penolakan yang mengarah ke fobia berupa rasa takut berlebihan.

Padahal, persoalan 'kan hanya kekhawatiran LGBT jadi sah melalui organisasi sehingga punya kekuatan hukum untuk menggolkan kepeintingan mereka, al. perkawinan sejenis. Soalnya, selain di Eropa dan Amerika di Asia pun sudah ada negara yang melegalkan perkawinan sejenis.

Ada usulan agar hubungan seksual yang dilakukan LGBT masuk ranah pidana. Cuma, ada soal di sini. Biseksual juga melakukan hubungan seks vaginal dengan lawan jenis. Sedangkan lesbian tidak melakukan seks penetrasi sehingga tidak memenuhi unsur kejahatan seksual.

Waria pun sebenarnya menyalurkan dorongan seksual dengan lawan jenis, tapi yang melakukan seks anal dan seks oral kepada mereka justru laki-laki heteroseksual. Sebuah studi di Surbaya di awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki beristri justru jadi 'perempuan' ketika melakukan seks anal dengan waria. Dalam bahasa waria laki-laki beristri itu ditempong (dianal) dan waria sebagai penempong (penganal).

Salah satu alasan suami-suami yang melakukan seks anal dengan waria adalah mereka tidak mengingkari cinta karena tidak memakai penisnya ketika berzina (Baca juga: Lebih Tuntas dengan Waria).

LGBT adalah orientasi seksual yaitu kecenderungan seseorang tertarik secara seksual. Ada heteroseksual (laki-laki tertarik ke perempuan dan sebaliknya), homoseksual (laki-laki tertari kepada laki-laki disebut gay dan perempuan tertarik kepada perempuan disebut lesbian), serta biseksual (laki-laki tertarik ke perempuan dan laki-laki dan sebaliknya).

Orientasi seksual ada di alam pikiran. Adalah naif memidanakan alam pikiran karena tidak kasat mata. Kalau ada wacana 'basmi' LGBT, maka korban hanya yang kasat mata yaitu waria (transgender). Apa salah waria sebagai manusia? LGBT bisa dijerat dengan hukum jika ketertarikan seksual mereka lakukan dengan sesama jenis (Baca juga: Orientasi Seksual Ada di Alam Pikiran).

Keribuatan yang jadi kegaduhan tentang LGBT terjadi karena tidak jelas apa yang ditakutkan. Tapi, belakangan mulai ada pemikiran yang jernih sehingga jelas tujuannya yaitu melarang perkawinan sejenis dengan implikasi hubungan seksual sesama jenis jadi perbuatan yang melawan hukum. Ini baru masuk akal.

Dalam sebuah tulisan di detiknews (Kolom: Kriminalisasi LGBT, 24/1-2018) disebutkan: "Alasan lain yaitu LGBT menjadi salah satu kelompok yang rentan terkena HIV/AIDS." Ini jelas tidak akurat karena risiko penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena orientasi seksual dan sifat hubungan seksual (zina, di luar nikah, pra nikah, melacur, selingkuh, dll.), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual (salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom setiap kali hubungan seksual.

Hubungan sesama jenis merupakan perbuatan yang melawan hukum karena ada larangan perkawinan sejenis. Hubungan seksual, seks vaginal, oral dan anal 'kan ada penetrasi. Bagaimana dengan hubungan seksual pada lesbian yang tidak ada penetrasi?

Yang kacau lagi adalah ketidakpahaman banyak kalangan, bahkan polisi dan aktivis juga wartawan dan redaktur tentang perbedaan gay dan waria serta seks anal dan sodomi.

Harian
Harian
Sebuah koran di Kota Bogor, Jabar, misalnya, menambahkan jumlah LSL (Laki-laki Suka Seks Laki-laki) dengan waria jadi jumlah gay. Ini jelas menyesatkan. LSL sendiri tidak semua gay karena di sana ada biseksual. Ada kesan gay adalah pelalu seks anal sehingga pelaku sodomi pun disebut gay.

Padahal, sodomi adalah istilah yang terkait dengan hukum yang mengacu ke hubungan seksual yang dilakukan ke bagian-bagian tubuh yang bukan alat reproduksi, seperti anus, mulut, dll. 

Sepeti pernyataan Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Sabilul Alif ini:"Anak-anak itu kemudian meminta ajian semar mesem kepada tersangka. Atas permintaan itu, tersangka bersedia memberikan ajian semar mesem asalkan ada mahar (semacam kompensasi) uang. Namun, untuk mahar uang, anak-anak mengaku tidak memilikinya. Tersangka kemudian mengatakan, mahar uang bisa diganti asalkan anak-anak bersedia disodomi." (Kekerasan Seksual, Polresta Tangerang Ungkap Kasus Paedofilia dengan Korban 25 Anak, Harian "KOMPAS", 4/1-2018).

Dari kasus itu tersangka yaitu WS alias Babeh adalah pelaku paedofilia yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan anak-anak umur 7-12 tahun tanpa kekerasan, sehingga penyebutan ' .... bersedia disosomi' .... bertolak belakang dengan fakta. Kalau sodomi dilakukan dengan paksaan atau dalam bentuk pelacuran anak, sedangkan paedofilia melakukan seks anal atau seks vaginal dengan cara-cara yang bukan kekerasan, memberikan hadiah, memberikan uang, menjanjikan sesuatu, menjadikan sebagai anak angkat, anak asuh bahkan sebagai pasangan hidup.

Yang jadi persoalan bukan hanya soal seks anal dalam hubungan sejenis, tapi tidak sedikit pacar dan istri yang dipaksa melakukan seks anal dan seks oral bahkan posisi "69" (Baca juga: Perkosaan dalam Perkawinan dan Biseksual Jauh Lebih Serius daripada Zina dan Homoseks). Ada yang menyebutkan ini ranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tapi tidak pas karena di sini ada relasi kekuasaan yang tidak seimbang dalam ikatan pernikahan. Istri berada pada posisi powerless dan voiceless sedangkan suami pegang kendali dengan powerfull dan voicefull (Baca juga: "Naked Power" Alat untuk Lakukan Pelecehan dan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan).

Ketika hiruk-pikuk soal LGBT, yang pada intinya tengan 'seks sejenis', ada kesan seks oral (cunnilingus lida ke vagina dan fellatio mulut ke penis), seks anal dan posisi "69" pada pasangan suami-istri tidak jadi masalah. Masalahnya adalah ada istri yang tidak siap melakukan posisi-posisi itu dengan hati terbuka. Jangankan menikmati mendengar istilah-istilah itu saja banyak perempuan yang mual-mual.

Jika bicara dari aspek hukum positif, maka seks oral dan seks anal serta posisi "69" adalah perbuatan yang melawan hukum, tapi celakanya hanya ditujukan kepada LGBT. Sedangkan istri-istri yang dipaksa suami melakukan seks oral, seks anal dan posisi "69" hanya bisa pasrah melakoni sesuatu yang membuat mereka mual. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun