Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lagi-lagi Soal LGBT, Hanya Soal Kekhawatiran akan Terjadi Perkawinan Sejenis

24 Januari 2018   20:38 Diperbarui: 25 Januari 2018   03:53 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: kitodiaries.com)

Harian
Harian
Sebuah koran di Kota Bogor, Jabar, misalnya, menambahkan jumlah LSL (Laki-laki Suka Seks Laki-laki) dengan waria jadi jumlah gay. Ini jelas menyesatkan. LSL sendiri tidak semua gay karena di sana ada biseksual. Ada kesan gay adalah pelalu seks anal sehingga pelaku sodomi pun disebut gay.

Padahal, sodomi adalah istilah yang terkait dengan hukum yang mengacu ke hubungan seksual yang dilakukan ke bagian-bagian tubuh yang bukan alat reproduksi, seperti anus, mulut, dll. 

Sepeti pernyataan Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Sabilul Alif ini:"Anak-anak itu kemudian meminta ajian semar mesem kepada tersangka. Atas permintaan itu, tersangka bersedia memberikan ajian semar mesem asalkan ada mahar (semacam kompensasi) uang. Namun, untuk mahar uang, anak-anak mengaku tidak memilikinya. Tersangka kemudian mengatakan, mahar uang bisa diganti asalkan anak-anak bersedia disodomi." (Kekerasan Seksual, Polresta Tangerang Ungkap Kasus Paedofilia dengan Korban 25 Anak, Harian "KOMPAS", 4/1-2018).

Dari kasus itu tersangka yaitu WS alias Babeh adalah pelaku paedofilia yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan anak-anak umur 7-12 tahun tanpa kekerasan, sehingga penyebutan ' .... bersedia disosomi' .... bertolak belakang dengan fakta. Kalau sodomi dilakukan dengan paksaan atau dalam bentuk pelacuran anak, sedangkan paedofilia melakukan seks anal atau seks vaginal dengan cara-cara yang bukan kekerasan, memberikan hadiah, memberikan uang, menjanjikan sesuatu, menjadikan sebagai anak angkat, anak asuh bahkan sebagai pasangan hidup.

Yang jadi persoalan bukan hanya soal seks anal dalam hubungan sejenis, tapi tidak sedikit pacar dan istri yang dipaksa melakukan seks anal dan seks oral bahkan posisi "69" (Baca juga: Perkosaan dalam Perkawinan dan Biseksual Jauh Lebih Serius daripada Zina dan Homoseks). Ada yang menyebutkan ini ranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tapi tidak pas karena di sini ada relasi kekuasaan yang tidak seimbang dalam ikatan pernikahan. Istri berada pada posisi powerless dan voiceless sedangkan suami pegang kendali dengan powerfull dan voicefull (Baca juga: "Naked Power" Alat untuk Lakukan Pelecehan dan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan).

Ketika hiruk-pikuk soal LGBT, yang pada intinya tengan 'seks sejenis', ada kesan seks oral (cunnilingus lida ke vagina dan fellatio mulut ke penis), seks anal dan posisi "69" pada pasangan suami-istri tidak jadi masalah. Masalahnya adalah ada istri yang tidak siap melakukan posisi-posisi itu dengan hati terbuka. Jangankan menikmati mendengar istilah-istilah itu saja banyak perempuan yang mual-mual.

Jika bicara dari aspek hukum positif, maka seks oral dan seks anal serta posisi "69" adalah perbuatan yang melawan hukum, tapi celakanya hanya ditujukan kepada LGBT. Sedangkan istri-istri yang dipaksa suami melakukan seks oral, seks anal dan posisi "69" hanya bisa pasrah melakoni sesuatu yang membuat mereka mual. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun