Pemahaman yang tidak akurat terhadap cara-cara penularan HIV bisa disimak dari jawaban pertanyaan ini. Setiap pelatihan jurnalisme AIDS salah satu pertanyaan yang penulis lontarkan adalah: Jika sepasang gay melakukan seks anal tanpa kondom dengan kondisi dua-duanya HIV-negatif (tidak mengidap HIV), apakah ada risiko penularan HIV?
Hampir 100 persen peserta selalu menjawab: Ada!
Ini yang membuat celaka karena mereka menyimpulkan bahwa penularan HIV karena gay melakukan hubngan seks anal. Padahal, ada risiko penularan HIV pada gay yang melakukan seks anal kalau salah atu atau kedua-dua pasangan gay itu mengidap HIV dan yang menganal tidak pakai kondom.
Nikah di Pelacuran
Begitu juga dengan pertanyaan ini: Jika sepasang remaja melalukan hubungan seksual pranikah, apakah ada risiko penularan HIV?
Lagi-lagi hampir semua peserta menjawab: Ada!
Pemahamhan yang salah dan mitos itu terjadi karena sejak awal epidemi HIV di Indonesia, dan bebarapa negara di dunia, penularan HIV selalu dikait-kaitkan dengan norma, moral adn agama. Misalnya, disebutkan penularan HIV karena zina, melacur, selingkuh, seks anal, seks oral, dll.
Yang paling menyesatkan adalah informasi yang menyebutkan HIV berkembang biak di lokalisasi pelacuran. Padahal, secara empiris yang menularkan HIV ke PSK langsung (PSK yang kasat mata) di lokalisasi pelacuran adalah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan PSK. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan HIV ke PSK bisa sebagai remaja, lajang, duda atau suami sehingga mereka ini selain menularkan ke PSK yang beristri menularkan ke istrinya secara horizontal. Kalau istrinya tertular HIV, maka ada risiko penularan (vertikal) ke bayi yang dikandungnya.
Selanjutnya ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK yang mengidap HIV karena melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa memakai kondom. Laki-laki yang kemudian tertular HIV dari PSK aalam kehidupan sehari-hari  bisa sebagai remaja, lajang, duda atau suami. Mereka ini selain menularkan ke PSK bagi yang beristri akan menularkan HIV ke istrinya secara horizontal. Kalau istrinya tertular HIV, maka ada risiko penularan (vertikal) ke bayi yang dikandungnya.
Di awal tahun 1990-an ada satu organisasi mahasiswa yang memakai agama mengusulkan agar di lokalisasi pelacuran dilakukan nikah mut'ah bagi pasangan yang mau melakukan hubungan seksual agar tidak terjadi penularan HIV. Ini jelas menyesatkan karena penularan HIV bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, pranikah, dll.), tapi karena kondisi pada saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom).
Karena mitos PSK di lokalisasi tadi, maka banyak laki-laki 'hidung belang' yang merasa tidak berisiko tertular HIV karena mereka melakukan hubungan seksual dengan cewek atau perempuan yang bukan PSK dan tidak pula di lokalisasi pelacuran.