Pencegahan macam apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta? Ternyata bukan pencegahan yang konkret, tapi hanya pencegahan dengan retorika moral yaitu " .... pihaknya juga fokus menanamkan nilai positif dalam keseharian masyarakat, agar perilaku masyarakat bisa berubah menjadi lebih sehat."
Orang-orang yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV adalah orang-orang yang sehat, al,:
(a) laki-laki atau perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti, dan
(b) laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung.
Nilai positif macam apa, Pak Gubernur?
Tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan nilai-nilai negatif. Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual, misalnya, bisa terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom) bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, zina, melacur, dll.).
Selama Pemprov DKI Jakarta hanya mengedepankan moral dalam menanggulangi HIV/AIDS, maka selama itu pulalah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual berisiko, akan terus terjadi.
Selanjutnya, warga DKI yang tertular HIV, terutama laki-laki dewasa, akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Penyebaran HIV yang terjadi secara diam-diam merupakan 'bom waktu' yang kelak dakan terjadi 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H