Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beban Utang Negara antara Pajak, Korupsi, dan Simpan Uang di Luar Negeri

28 Juli 2017   10:36 Diperbarui: 28 Juli 2017   19:03 1816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.makeuseof.com)

Di kesempatan lain, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah memiliki data yang didapat dari pajak soal rekening warga Indonesia di luar negeri. Dia menyebutkan potensi uang orang Indonesia yang beredar lebih dari Rp 11.400 triliun. "Potensinya lebih besar daripada GDP (gross domestic product). GDP kita kan Rp 11.400 triliun." (tempo.co, 5/4-2016).

Dikabarkan 60 persen modal bank-bank swasta di Singapura adalah uang orang Indonesia. Uang orang Indonesia yang terlacak saja di Singapura mencapai Rp 3.000 triliun ini 82,7 persen dari uang orang Indonesia yang parkir di luar negeri. Bunga dari simpanan itu tentu saja dinikmati oleh negara-negara tempat uang itu diparkir.

Pidana Sosial

Sayang, tokoh-tokoh masyarakat dan agama tidak pernah membicarakan perilaku warga yang menyimpan uang di luar negeri dan perilaku orang-orang yang merampok kakayaan negeri ini. Dalan uang yang dibawa kabur itu ada bagian yang menjadi hak negara untuk pembangunan dan memenuhi kebutuhan penduduk miskin.

Sama juga dengan orang-orang yang penghasilannya tidak kena pajak karena tidak dilaporkan termasuk orang-orang yang mengabaikan hak negara dan orang-orang miskin dalam uang yang mereka tabung dan depositokan.

Tokoh mafia sekaliber Alphonse Gabriel "Al" Capone saja bisa dikirim ke balik jeruji besi di Pulau Alcatraz oleh Pemerintah AS karena penggelapan pajak (1931). Itu artinya negara sebesar AS pun sangat memperhatikan ketaatan warganya dalam membayar pajak karena di sana ada hak orang lain yang diemban oleh pemerintah.

Persoalan lain adalah kebocoran dalam pemungutan pajak. Sudah beberapa kasus pajak yang berkahir di meja hijau. Sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, merancang sistem yang otomatis bisa mengawasi pegawai pajak agar tidak terjadi lagi kongkalikong antara petugas pajak dengan wajib pajak.

Ketika berkunjung ke SIRIM, lembaga sertifikasi Malaysia di Kuala Lumpur, tahun 2001 untuk suatu liputan di Majalah "EKOLITA", penulis bertemu dengan pegawai pemerintahan Sabah yang sedang mengikuti pelatihan untuk memperoleh sertifikasi ISO (sertifikat internasional secara sukarela yang diterbitkan oleh International Organization for Standardization/ISO). Mereka dari bagian keuangan. Itu artinya laporan keuangan mereka sudah terukur berdasarkan standar ISO.

Sanksi pidana kurungan tidak ditakuti para pengemplang pajak dan pegawai pajak, maka perlu diterapkan hukuman pemiskinan dan pidana sosial. Pengemplang pajak, pegawai penerima suap pajak dan pegawai penggelap pajak dihukum bekerja di panti-panti asuhan dan panti jompo, menyapu jalan raya dan menguras WC umum dengan memakai rompi bertuliskan "Saya Pengemplang Pajak", "Saya Pegawai Pajak Pemerima Suap" atau "Saya Koruptor Penggelapan Pajak". *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun