“Gubernur Sumbar Bicara soal Unand yang Tolak Mahasiswa LGBT” Ini judul berita di detikNews (3/5-2017).
Terkait dengan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) yang bisa dikenali secara fisik hanya waria (transgender). Nah, apa salah waria sehingga mereka tidak boleh kuliah di Universitas Andalas (Unand)?
Kalau hanya terkait dengan cara berpakaian, waria bisa berpakaian laki-laki tanpa gincu yang belebihan. Soal gerakan-gerakan ketika melangkah dan berbicara itu merupakan bagian dari fisik dan psikologis mereka. Lagi pula apa masalahnya jika ada mahasiswa, maaf, banci?
Tidak Ingkari Cinta
Apakah banci itu aib atau otomatis sebagai seorang pendosa hanya karena gerakan badan?
Apakah universitas kemudian bisa menjamin tidak ada dosen, staf administari, keamanan dan mahasiswa yang pernah atau sering berzina?
Untung saja tidak ada universitas yang melakukan tes keperawanan dan tidak melakukan tes keperjakaan. Soalnya, di negeri ini tanggung jawab moral hanya dibebankan kepada perempuan. Buktinya, yang ada hanya tes keperawanan. Apakah ada yang bisa menjamin laki-laki yang menikah pertama selalu perjaka?
LGBT ada di ranah orientasi seksual yang tidak kasat mata karena ada dalam pikiran seseorang. Tidak ada tanda-tanda atau ciri-ciri yang khas pada fisik lesbian, gay dan biseksual pada diri seorang dengan orientasi seks homoseksual dan biseksual.
Bagaimana universitas bisa mengenali calon mahasiswa dengan orientasi seksual lesbian, gay dan biseksual?
Rupanya dibuktikan melalui surat pernyataan: “Dengan ini menyatakan bahwa saya tidak termasuk dalam kelompok/kaum Lesbian, Gay, Transgender (LGBT).”
Tentu saja waria otomatis gugur sebagai mahasiswa karena tidak bisa disembunyikan. Dalam surat pernyataan tidak lengkap karena biseksual tidak disebut. Apakah ini kelalaian atau memang disengaja?