Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Negara Demokrasi Tetap Ada Pembatasan Terkait Politik Dinasti

4 Januari 2017   11:16 Diperbarui: 4 Januari 2017   19:07 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Philippine Headline News Online)

Dengarkan Hati

Contoh yang sangat pas adalah Pilkda DKI Jakarta. Calon gubernur dari petahana yang sudah teruji dan terbukti justru ‘digoyang’ dengan isu yang sama sekali tidak terkait dengan kapabilias dan kepasitas ybs. sebagai gubernur. Isu yang dimainkan pun efektif karena terkait dengan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) yang akan menusuk terutama ke kalangan puritan di starata menengah ke bawah. Ada juga yang mengatakan kalangan yang korup sekarang ini menentang (calon) pemimpin yang melawan korupsi dengan langkah-langkah yang konkret yang sudah terbukti.

Indikator lain terkait dengan kapabilitas dan kualitas calon pejabat publik, mulai dari gubernur, bupati sampai walikota adalah jumlah yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan RI, dan Polri. Catatan KPK menunjukkan yang ditangani KPK saja sampai Agustus 2016 ada 18 gubernur dan 343 bupati dan wali kota yang terjerat kasus korupsi (kompas.com, 3/8-2016).

Ada juga yang menyebut besaran ‘mahar’ atau ‘ongkos perahu’ yang diminta partai politik (parpol) pengusung juga mendorong pejabat publik korupi. Tapi, ini tidak sepenuhnya benar karena gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya serta walikota dan wakilnya setiap tahun menerima uang operasinal berdasarkan jumlah pendapatan asli daerah (PAD) dan berbagai tunjangan di APBD (Lihat: Syaiful W. Harahap - Korupsi Pejabat Publik Bukan Karena Biaya Pilkada Langsung yang “Selangit”).

Pilkada serentak tahun 2017 tinggal menghitung hari menjelang 15 Februari sebagai hari “H”, sehingga masyarakat diharapkan bisa memilih pemimpin yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kualitas yang jauh dari trah koruptor. Memang, ‘serangan fajar’ juga akan menjadi faktor utama dalam menentukan pilihan di bilik suara.

Maka, marilah kita mendengarkan (suara) hati karena kita pun ikut bertanggung jawab secara moral jika pejabat yang kita pilih kelak merampok dan membegal uang rakyat melalui praktek korupsi dan suap. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun