Yang jadi masalah adalah ketika seorang laki-laki heteroseksual, terutama yang beristri, melakukan seks anal dengan waria. Apakah ini termasuk dalam pasal 292 yang diajukan pengusul dkk.? Ada fakta yang luput dari perhatian masyarakat bahwa laki-laki heteroseksual yang justru jadi ‘perempuan’ (disebut ‘ditempong’) dalam seks anal dengan waria yang berperan sebagai laki-laki (yang ‘menganal’). Dalam epidemi IMS dan HIV/AIDS kondisi ini jadi jembatan penyebaran IMS dan HIV/AIDS dari masyarakat ke komunitas waria dan sebaliknya dari waria ke masyarakat melalui laki-laki yang jadi ‘perempuan’ tadi, al. ke istri atau pasangan seks yang lain.
Pengusul dkk. agaknya terlalu terpaku pada peristiwa-peristiwa kekerasan seksual terhadap anak-anak dalam bentu sodomi. Celakanya, mereka ini mengaitkan pelaku sebagai penyuka sesama jenis atau laki-laki gay. Ini yang keliru karena sodomi adalah bentuk ‘perkosaan’ ke anus. Berbeda dengan seks anal yang dilakukan oleh pasangan gay yang merupakan hubungan seksual yang didasari perasaan, sedangkan sodomi merupakan perbuatan yang didasari oleh dorongan nafsu syahwat yang tidak berpijak pada perasaan.
Yang luput dari perhatian Prof Dr Euis dkk. adalah perilaku seks oral dan seks anal serta posisi “69” dalam ikatan pernikahan dan pacaran. Tidak jarang istri yang menolak akan menerima kekerasan verbal dan nonverbal dari suami jika tidak mau meladeni seks oral dan seks anal (Sidang Gugatan “Seks Sejenis” di MK: Melaknat Gay Meloloskan Lesbian).
Sedangkan pada pasangan yang berpacaran seks oral dan seks anal merupakan langkah yang efektif untuk mencegah kehamilan. Tapi, dari aspek seksualitas cara-cara ini, terutama seks anal, juga berdampak buruk dan lebih rentan dalam risiko penularan IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, klamidia, virus hepatitis B, dll.) serta HIV/AIDS.
Tapi, karena Prof Dr Euis dkk. ingin ‘menembak’ laki-laki gay, maka perilaku seksual yang tidak alamiah dalam ikatan pernikahan pun lolos dari mata moralitas mereka. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H