Libido seorang laki-laki muncul bukan karena melihat cewek bugil, tapi karena ada sensualitas yaitu yang dijadikan laki-laki sebagai pijakan untuk memperoleh kenikmataan alamiah. Yang bisa merangsang birahi al. bentuk tubuh (tidak harus bugil), pakaian, bibir, gerak ekor mata, betis, pinggang, payudara, paha, dll.
Maka, yang perlu dipahami adalah pose yaitu gaya atau penampilan yang ditampilkan ketika dipotret atau dilukis. Poselah yang bisa menjadi salah satu aspek daya tarik, bukan memamerkan tubuh dengan telanjang.
Celakanya, dalam UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi tidak jelas batasan pornografi, seperti yang diatur pada Pasal 1 ayat 1 ini: “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
Foto cewek dengan pakaian sehari-hari dengan menampilkan pose sensual tentulah tidak termasuk pornografi, tapi foto itu justru menjadi seksual desire bagi sebagian orang. Tidak ada norma yang dilanggar dengan pemuatan foto seorang cewek yang menampilkan wajah dengan bibir sensual. Maka, foto bugil dan adegan hubungan seksuallah yang masuk pada kriteria pornografi sesuai dengan batasan pada pasal 1 ayat 1 itu.
Sudah saatnya pemerintah melancarkan advokasi melek media sosial ke masyarakat agar memahami risiko pidana penggunaan internet, dalam hal ini media sosial, dengan isi pornografi karena gaung UU itu tidak menggema (dari berbagai sumber) ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H