Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sidang Gugatan “Seks Sejenis” di MK: Melaknat Gay Meloloskan Lesbian

5 Oktober 2016   10:50 Diperbarui: 5 Oktober 2016   11:30 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rupanya penggugat dkk. hanya ingin ‘menembak’ kalangan LGBT, dalam hal ini lebih tertuju kepada homoseksual yaitu laki-laki gay karena mereka khawatir terjadi perkawinan sejenis.

Celakanya, hubungan seksual sejenis tidak hanya dilakukan oleh gay tapi juga oleh sebagian orang dari kalangan heteroseksual.

Dalam berita disebutkan: Dalam pandangan MUI, perzinaan harus dikembalikan pada makna dasar, yaitu senggama yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah atau pun belum. Begitu juga baik dilakukan di tempat umum/pelacuran atau ruang privat.

Tidak ada UU yang memberikan hak kepada penegak hukum untuk masuk ke ruang privat terkait dengan perzinaan. Langkah yang dilakukan oleh polisi dan Satpol PP merazia perzinaan merupakan perbuatan yang melawan hukum karena masuk ke ranah privat. Lagi pula yang sangat memalukan adalah polisi dan Satpol PP hanya punya nyali merazia kos-kosan murah, penginapan, losmen, dan hotel kelas melati.

Pertanyaan untuk polisi dan Satpol PP: Apakah di hotel berbintang dan apartemen mewah tidak ada pasangan yang tidak menikah melakukan hubungan seksual dalam bentuk perzinaan dan praktek pelacuran?

Seks Anal untuk Kontrasepsi

Jika berpatokan pada fakta yang dilakukan polisi dan Satpol PP selama ini menunjukkan bahwa memang perzinaan dan praktek pelacuran di Indonesia hanya terjadi di penginapan, losmen, dan hotel melati. Sebaliknya, fakta itu (razia polisi dan Satpol PP) pun membawa kita ke anggapan bahwa di kos-kosan mewah, hotel berbintang dan apartemen mewah adalah tempat ‘suci’ yang bebas dari perzinaan dan praktek pelacuran.

Polisi dan Satpol PP memakai peraturan daerah (Perda) sebagai landasan hukum razia. Ini langkah hukum yang melawan hukum karena UU tidak membenarkan razia ke ranah privat tanpa alasan hukum. Misalnya, jika polisi menerima laporan dari seorang suami atau istri bahwa istri atau suaminya diduga selingkuh di penginapan, losmen, atau hotel melati, maka yang dirazia hanya kamar yang diadukan bukan semua kamar di penginapan, losmen, dan hotel melati itu.

Pernyataan ahli kriminologi Universitas Indonesia (UI), Prof Muhammad Mustofa, yang mengatakan bahwa pendekatan pidana untuk menegakkan norma yang ada di masyarakat tidak tepat.

Prof Mustofa benar karena gugatan yang diajukan oleh Prof Dr Euis dkk., lebih tertuju pada perilaku pasangan gay yang dikhawatirkan akan membuka ruang perkawinan sejenis, bukan pada tindak pidana kriminal yaitu sodomi [sodomi adalah istilah hukum yang digunakan dalam untuk merujuk kepada tindakan seks "tidak alami", yang bergantung pada yuridiksinya dapat terdiri atas seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, atau antara manusia dan hewan (id.wikipedia.org)].

Jika Prof Dr Euis dkk. lebih jeli, maka paling tidak ada 10 perilaku seksual yang patut dimasukkan ke UU pidana karena dampaknya terhadap kehidupan korban yang sangat berat (Uji Materi Seks Gay di MK: Seks Anal, Seks Oral dan Posisi "69" Juga Dilakukan Sebagian Pasangan Heteroseksual Bahkan Suami-Istri).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun