Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Karyawan di Kota Dumai Wajib Tes HIV, Ini Melawan Hukum dan Pelanggaran HAM

2 Oktober 2016   20:19 Diperbarui: 2 Oktober 2016   20:34 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Repro: www.medscape.com)

Cegah Meluasnya HIV/AIDS, Seluruh Karyawan Perusahaan di Dumai Wajib VCT.” Ini judul berita di goriau.com (30/9-2016). Ada beberapa hal yang bertentangan dengan pernyataan Ketua KPA Kota Dumai, Riau, Eko Suharjo, yang muncul pada judul berita ini, yaitu:

Pertama, tes HIV adalah kegiatan di hilir. Artinya, sudah ada yang tertular HIV dan menyebarkan HIV, al. .melalui hubugan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, tanpa mereka sadari.

Kedua, VCT (Voluntary Counselling and Testing) adalah tes yang didahului dengan konseling dan dilakukan dengan cara sukarela bukan paksaan.

Ketiga, tidak semua karyawan perilaku seksualnya berisiko tertular HIV sehingga cara-cara itu sudah menyamaratakan perilaku seksual semua karyawan.

Keempat, tes HIV adalah sukarela sehingga mewajibkan tes HIV tanpa alasan medis adalah perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

Kelima, VCT bukan cara mencegah penyebaran HIV meluas karena penyebaran sudah terjadi sebelum dilakukan VCT.

Lagi pula Pak Ketua KPA Kota Dumai itu rupanya tidak memahami kalau tes HIV, dia sebut VCT, bukan vaksin (HIV). Artinya, VCT itu hanya berlaku pada saat darah diambil. Hasil tes HIV terhadap contoh darah itu hanya berlaku pada waktu darah diambil dari tubuh seseorang yang menjalani VCT. Bisa saja setelah darah diambil ada di antara mereka yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV.

Disebutkan oleh Eko Suharjo bahwa seluruh karyawan perusahaan di Dumai, wajib diperiksa kesehatannya terkait HIV/AIDS. Karena perwakilan perusahaan telah menandatangani surat komitmen bersama.

Dalam kaitan di atas KPA Kota Dumai dan perwakilan perusahaan sudah melakuan perbuatan yang melawan hukum yaitu memaksa karyawan mereka menjalani tes HIV (VCT). Tidak ada aturan hukum yang membenarkan pemaksaan karyawan untuk tes HIV.

Data KPA Dumai secara kumulatif hingga Maret 2016 tercatat ada 318 pengidap HIV/AIDS di Kota Dumai. Jumlah ini menempatkan Dumai di posisi ketiga di Provinsi Riau dalam jumlah penderita HIV/AIDS (pekanbaru.tribunnews.com, 11/5-2016).

Agaknya, Ketua KPA Kota Dumai dan perwakilan perusahaan salah kaprah dalam memaknai berdasarkan Kepmenakertrans RI nomor 68 tahun 2014 tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja. Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja bukan dengan melakukan tes HIV secara paksa atau diwajibkan, tapi memberikan informasi yang akurat kepada karyawan agar mereka tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV di luar jam kerja.

Perda Provinsi Riau Nomor 4 tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi Riau pun sama sekali tidak menukik ke akar masalah. Malah, dalam perda ini disebutkan bahwa mencegah penularan HIV/AIDS adalah dengan meningkatkan iman dan taqwa. Ini jelas tidak masuk akal karena apa alat ukur iman dan taqwa yang bisa mencegah penularan HIV/AIDS, siapa yang berhak mengukur iman dan taqwa seseorang, dll. (Perda AIDS Provinsi Riau).

Kalau saja Ketua KPA Kota Dumai lebih arif dan bijaksana, maka bisa ditempuh langkah-langkah yang etis dalam menjaring kasus HIV/AIDS di kalangan karyawan perusahaan. Misalnya, membuat regulasi yang mewajibkan suami perempuan hamil mengikuti konseling HIV/AIDS yang berlanjut pada tes HIV jika terbukti perilaku si suami berisiko tertular HIV/AIDS. Ini dilakukan di sarana kesehatan perusahaan sehingga karyawan punya pilihan kalau tidak mau menjalani konseling HIV agar tidak melanggar HAM.

Yang perlu dilakukan oleh Pemkot Dumai, dalam hal ini KPA Kota Dumai, adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Yang bisa dilakukan adalah intervensi berupa upaya memaksa laki-laki selalu memakai kondom ketika ngeseks dengan PSK. Dalam kaitan ini PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:

(1) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Tanpa intervensi yang konkret terhadap laki-laki yang ngeseks dengan PSK, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS.' ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun