Perda Provinsi Riau Nomor 4 tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi Riau pun sama sekali tidak menukik ke akar masalah. Malah, dalam perda ini disebutkan bahwa mencegah penularan HIV/AIDS adalah dengan meningkatkan iman dan taqwa. Ini jelas tidak masuk akal karena apa alat ukur iman dan taqwa yang bisa mencegah penularan HIV/AIDS, siapa yang berhak mengukur iman dan taqwa seseorang, dll. (Perda AIDS Provinsi Riau).
Kalau saja Ketua KPA Kota Dumai lebih arif dan bijaksana, maka bisa ditempuh langkah-langkah yang etis dalam menjaring kasus HIV/AIDS di kalangan karyawan perusahaan. Misalnya, membuat regulasi yang mewajibkan suami perempuan hamil mengikuti konseling HIV/AIDS yang berlanjut pada tes HIV jika terbukti perilaku si suami berisiko tertular HIV/AIDS. Ini dilakukan di sarana kesehatan perusahaan sehingga karyawan punya pilihan kalau tidak mau menjalani konseling HIV agar tidak melanggar HAM.
Yang perlu dilakukan oleh Pemkot Dumai, dalam hal ini KPA Kota Dumai, adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Yang bisa dilakukan adalah intervensi berupa upaya memaksa laki-laki selalu memakai kondom ketika ngeseks dengan PSK. Dalam kaitan ini PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:
(1) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
Tanpa intervensi yang konkret terhadap laki-laki yang ngeseks dengan PSK, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS.' ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H