Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Kota dengan Pejalan Kaki Miliki Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Pendidikan yang Tinggi

5 September 2016   17:10 Diperbarui: 5 September 2016   20:45 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Menyebarang di zebra cross di Kota New York, AS (Sumber: www.huffingtonpost.com)

Ilustrasi: Menyebarang di zebra cross di Kota New York, AS (Sumber: www.huffingtonpost.com)
Ilustrasi: Menyebarang di zebra cross di Kota New York, AS (Sumber: www.huffingtonpost.com)
Namun, ada dua kota, Houston dan Dallas dua kota di negara bagian Texas, yang justru menjadi pengecualian karena bertentangan dengan hasil utama penelitian, yaitu kota yang juga memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi skor pejalan kaki rendah.

Disebutkan bahwa milenial, julukan bagi orang-orang yang lahir antara tahun 1981 – 1996, merupakan generasi yang paling berpendidikan dalam sejarah peradaban manusia. Sebagian besar milenial bergelar sarjana. Mereka mencari pekerjaan ke kota-kota besar yang akhirnya membuat kota-kota itu dihuni oleh warga dengan pendidikan tinggi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula.

Memang, tidak ada yang bisa dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa kota-kota yang melarang kendaraan bermotor ke pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan, tapi mudah dijangkau dengan jelan kaki akan dipenuhi oleh orang-orang berpendidikan tinggi.

Tapi, satu hal yang bisa dipelajari dari penelitian itu adalah orang-orang milenia pada saat memutuskan untuk menikah dan mempunyai anak akan memilih pindah ke pinggiran kota. Seperti dikatakan oleh Leinberger, mereka akan menjadikan pinggiran kota ramah bagi pejalan kaki. Itu artinya akan ada akses jalan kaki, yaitu trotoar dan jalur sepeda menuju ke stasiun subway atau metrorail.

Ilustrasi: Jalur sepeda (Sumber: inhabitat.com)
Ilustrasi: Jalur sepeda (Sumber: inhabitat.com)
Beberapa kota penggiran yang diteliti, seperti Kota Arlington, Virginia, yang hanya berjarak 9 km dari Washington DC menunjukkan 90 persen jalan raya di kota itu memiliki akses yang ramah untuk pejalan kaki dan pesepeda.

Lagi-lagi ‘budaya’ sebagian warga di Indonesia yang bisa saja disebut sebagai ‘future shock’ (kejutan masa depan), yang dipopulerkan oleh Alvin Toffler, menjadi kunci mengapa kota-kota besar di Indonesia lebih memilih mengembangkan jalan tol dan jalan layang daripada menyiapkan sarana untuk jalan kaki dan bersepeda yang nyaman. Soalnya, dengan gaji yang besar banyak yang memilih membeli kendaraan bermotor, seperti motor dan mobil, sebagai alat tranportasi dari rumah ke tempat kerja di pusat kota karena sebelumnya sebagai dari mereka jalan kaki, naik sepeda atau angkutan umum.

Karena jumlah kendaraan bermotor yang banyak dan menuju ke satu titik pada waktu yang bersamaan, terjadilah kemacetan yang sangat massif karena mereka harus melalui leher botol sebagai penyempitan jalan raya.

Pemprov DKI Jakarta sudah berupaya mengembangkan transportasi berupa angkutan massal dengan bus, dikenal sebagai busway, dengan armada Transjakarta. Tapi, angkutan ini pun menghadapi masalah karena harus berebut dengan motor dan mobil. Jalur khusus pun diserobot pula sehingga perjalanan dengan busway tetap tidak nyaman karena macet dan terhalang lampu merah yang banyak di sepanjang koridor.

Untunglah Gubernur DKI Jakarta, waktu itu, Joko Widodo, yang akrab dipanggil Jokowi ini presiden, bersama wakilnya Basuki Tjahaja Purnana yang akrab dipanggil Ahok berani membuat kebijakan yang tidak populer yaitu membangun mass rapid transit (MRT) berupa jalur kereta api di bawah permukaan tanah Bundaran HI-Lebak Bulus, dan LRT (light rail transport) di atas permukaan tanah sebanyak enam jalur dari berbagai penjuru Ibu Kota. 

Tapi, jalur MRT dan LRT tetap terbatas, sehingga diperlukan sarana yang nyaman bagi pejalan kaki dan pesepeda. (bahan dari BBC Indonesia dan sumber lain). ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun