Disebutkan bahwa milenial, julukan bagi orang-orang yang lahir antara tahun 1981 – 1996, merupakan generasi yang paling berpendidikan dalam sejarah peradaban manusia. Sebagian besar milenial bergelar sarjana. Mereka mencari pekerjaan ke kota-kota besar yang akhirnya membuat kota-kota itu dihuni oleh warga dengan pendidikan tinggi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula.
Memang, tidak ada yang bisa dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa kota-kota yang melarang kendaraan bermotor ke pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan, tapi mudah dijangkau dengan jelan kaki akan dipenuhi oleh orang-orang berpendidikan tinggi.
Tapi, satu hal yang bisa dipelajari dari penelitian itu adalah orang-orang milenia pada saat memutuskan untuk menikah dan mempunyai anak akan memilih pindah ke pinggiran kota. Seperti dikatakan oleh Leinberger, mereka akan menjadikan pinggiran kota ramah bagi pejalan kaki. Itu artinya akan ada akses jalan kaki, yaitu trotoar dan jalur sepeda menuju ke stasiun subway atau metrorail.
Lagi-lagi ‘budaya’ sebagian warga di Indonesia yang bisa saja disebut sebagai ‘future shock’ (kejutan masa depan), yang dipopulerkan oleh Alvin Toffler, menjadi kunci mengapa kota-kota besar di Indonesia lebih memilih mengembangkan jalan tol dan jalan layang daripada menyiapkan sarana untuk jalan kaki dan bersepeda yang nyaman. Soalnya, dengan gaji yang besar banyak yang memilih membeli kendaraan bermotor, seperti motor dan mobil, sebagai alat tranportasi dari rumah ke tempat kerja di pusat kota karena sebelumnya sebagai dari mereka jalan kaki, naik sepeda atau angkutan umum.
Karena jumlah kendaraan bermotor yang banyak dan menuju ke satu titik pada waktu yang bersamaan, terjadilah kemacetan yang sangat massif karena mereka harus melalui leher botol sebagai penyempitan jalan raya.
Pemprov DKI Jakarta sudah berupaya mengembangkan transportasi berupa angkutan massal dengan bus, dikenal sebagai busway, dengan armada Transjakarta. Tapi, angkutan ini pun menghadapi masalah karena harus berebut dengan motor dan mobil. Jalur khusus pun diserobot pula sehingga perjalanan dengan busway tetap tidak nyaman karena macet dan terhalang lampu merah yang banyak di sepanjang koridor.
Untunglah Gubernur DKI Jakarta, waktu itu, Joko Widodo, yang akrab dipanggil Jokowi ini presiden, bersama wakilnya Basuki Tjahaja Purnana yang akrab dipanggil Ahok berani membuat kebijakan yang tidak populer yaitu membangun mass rapid transit (MRT) berupa jalur kereta api di bawah permukaan tanah Bundaran HI-Lebak Bulus, dan LRT (light rail transport) di atas permukaan tanah sebanyak enam jalur dari berbagai penjuru Ibu Kota.Â
Tapi, jalur MRT dan LRT tetap terbatas, sehingga diperlukan sarana yang nyaman bagi pejalan kaki dan pesepeda. (bahan dari BBC Indonesia dan sumber lain). ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H