Merek kendaraan bermotor roda empat, dalam hal ini mobil, sering diidentikkan dengan merek mobil pertama yang merakyat. Itulah yang terjadi pada Toyota. Tidak jarang ada saja orang yang selalu mengatakan merek semua mobil sebagai Toyota karena merek mobil itulah yang pertama dan sering dia jumpai.
“Bengkel (sepeda) motor pun bisa memperbaiki mesin mobil Toyota,” kata seorang sopir angkot di pinggiran Jakarta. Ketika ada mobil yang merakyat, yaitu Toyota Kijang, maaf, kotak masyarakat awam pun melihat mobil itu sebagai merek mobil-mobil yang dijumpainya. Sopir tadi pun kesulitan memperbaiki mobil merek lain jika rusak di tempat yang jauh dari kota.
Meluncurkan sebuah produk yang bisa dikenali secara umum tentulah bukan hal yang mudah. Tapi, itulah yang dilakukan Toyota Indonesia. Diluncurkan perama tahun 1977 berupa kendaraan niaga yang dikenal sebagai “Kijang Buaya” (generasi pertama), mobil ini laris-manis karena mesin yang tidak rumit dan serbaguna pula. Semua varian mobil Toyota tersebar luas di seluruh Nusantara di kota dan di desa. Sampai sekarang Toyota Kijang sudah meluncurkan generasi keenam yang disebut “All New Toyota Innova” yang juga laris manis di pasaran nasional.
Kaizen dan QCC
Tentu muncul pertanyaan: Kok Toyota bisa berhasil memproduksi mobil sampai enam generasi tanpa cacat produksi dan tanpa keluhan konsumen yang berarti? Toyota bisa menjadi merek (branded) global dengan citarasa nasional?
Pertanyaan-pertanyaan yang sangat menggelitik dan jika disimak dari aspek bisnis tentulah tidak akan mudah dapat jawaban karena itu ‘rahasia dapur’.
Tapi, jangan suuzon dulu. Ternyata Toyota Indonesia dengan lapang dada membuka tabir ‘rahasia dapur’ mereka yang sukses memproduksi mobil merek Toyota enam generasi. Bisa dicari di mana ‘rahasia dapur’ Toyota?
Untuk mengupas buku ini hadir sebagai pembicara, yaitu: Joice Tauris Santi (penulis buku “Perubahan Tiada Henti” dan jurnalis Kompas), Warih Andang Tjahjono [Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN)], Henry Tanoto [Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM)], James Luhulima (Wakil Pemimpin Redaksi Kompas), dan Abdul Mukti (QCC Expert) serta perwakilan dari Kemendibud dan Kemenaker. Acara berlansung semarak berkat moderator Cindy Sistyarani (presenter Kompas TV) yang tampil manis.
Memang, membaca merupakan tantangan terberat bagi bangsa Indonesia karena studi UNESCO (2011) menunjukkan minat baca di Indonesia ada pada angka 1:1.000, Daru 1.000 warga yang jadi ‘kutu buku’ hanya 1 orang. Tapi, buku ini amat layak dibaca karena mengupas langkah Toyota Indonesia dalam mengembangkan diri sampai sebesar sekarang ini. Buku ini memberikan cakrawala berpikir tentang perubahan bagi yang membaca sekaligus mendorong minat baca untuk mencapai reading society (masyarakat yang gemar membaca).
Dalam sambutannya Budiman Tanuredja, Pemimpin Redaksi Harian “KOMPAS” mengutip pernyataan pengarang terkenal, Milan Kundera, yaitu kemajuan suatu bangsa al. karena membaca. Milan Kundera seorang novelis terkenal asal Republik Ceko yang tinggal dalam pembuangan di Perancis sejak 1975 dan dinaturalisasi pada tahun 1981. Sebaliknya, Kundera mengatakan menghancurkan sebuah bangsa pun bisa pula dengan memusnahkan buku tentang bangsa itu. Lalu, Korea Selatan (Korsel) yang merdeka juga ‘semusim’ dengan Indonesia tapi jauh lebih maju. Pemimpin Umum Harian “KOMPAS”, Jacob Oetama, mengingatkan kajian Samuel P Huntington tentang kemajuan Korsel, Rupanya, ada faktor “X” yaitu budaya.
Terkait dengan Toyota Indonesia budaya itu bisa diartikan sebagai etos kerja bangsa. Jika tetap mengandalkan etos kerja bangsa ini tentulah dalam kurun waktu 25 tahun Toyota Indonesaia tidak akan pernah sampai pada kondisi seperti sekarang ini. Pada masa kualifiasi perak Toyota Indonesia justru kian berkembang. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mendukung operasional perusahan agar tetap bisa menjawab tantangan zaman adalah meningkatkan kapasitas karyawan dengan semangat Kaizen melalui QCC (Quality Control Circle). Dalam bahasa yang lebih populer QCC ini ibarat gugus kendali mutu. Tentu tidak begitu saja Kaizen dicangkokkan ke QCC karena diperlukan penyesuaian terkait dengan etos kerja dan budaya karyawan yang datang dari berbagai etnis dengan tingkat etos yang berbeda pula.
Kontribusi Industri Otomotif
Meningkatkan kapasitas karyawan melalui QCC tidak diwajibkan, tapi merupakan pilihan bagi karyawan yang ingin maju dengan menambah pengetahuan dan pemahaman tentang filosofi kerja di Toyota Indonesia. Karyawan di bagian produksi, seperti perakitan, tentulah akan sampai pada titik jemu karena mereka hanya mengerjakan bagian yang sudah menjadi job discription. Kalau seorang karyawan kerjanya memasang baut di roda, maka itulah yang dia kerjakan sepanjang dalam tiap hari kerja.
“Tidak hanya manfaat untuk perusahaan, tetapi yang lebih penting lagi adalah manfaat bagi para karyawannya. Semua karyawan dalam setiap level menyadari bahwa kendali mutu ada di tangan mereka, termasuk kendali mutu untuk diri sendiri. Aktivitas ini digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan diri karyawan.” (halaman 73).
Lalu, apa, sih, kaizen dan QCC itu?
Dengan membaca buku “25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti” kita akan memahami makna kaizen dan QCC dalam kaitannya dengan pengembangan kapasitas karyawan dan perusahaan. Kaizen merupakan sebuah terminologi yang dikenal dalam bahasa Jepang yang artinya melakukan perubahan terus-menerus sehingga menuju ke kondisi yang lebih baik lagi.
Kalau Toyota Indonesia baru memanfaatkan kaizen melalui penerapan QCC pada tahun 1980-an yang mulai diterapkan pada tahun 1990, Toyota Motor Corporation (TMC) Jepang justru sudah mengimplementasikan QCC sejak tahun 1964. Dalam perjalanannya, Toyota Indonesia, yang mulai beroperasi tahun 1971, dengan konsisten memberikan kontribusi yang signifikan (bermakna) bagi perkembangan industri otomotif di Indonesia. Keberhasilan Toyota Indonesia memberikan kontribusi yang konsistgen selama 45 tahun bagi industri otomotif di Indonesia ditopang oleh budaya Kaizen dan melaksanakan kegiatan QCC yang secara terus-menerus dipertahankan di perusahaan.
“Kegiatan Quality Control Circle (QCC), yang dilakukan baik oleh manajemen maupun karyawan, merupakan cara yang dipilih Toyota untuk menaga mutu baik mutu karyawan maupun mutu produk (halaman 1). Untuk menjabarkan kaizen melalui QCC manajemen Toyota Indonesia memperkayanya dngan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ini dilakukan agar QCC lebih mudah masuk ke karyawan untuk memperbaiki etos kerja di level strategis dan operasional.
“Ada beberapa hal yang dilakukan Toyota Indonesia untuk mengajak operator aktif melakukan kegiatan QCC. Di antaranya adalah mentoring dari pada senior untuk membuat berbagai pelatihan dan sharing tentang kegiatan QCC. Pada awal pembentukan kelompok, dalam satu line dibentuklah satu grup. Grup ini masih memecahkan persoalan-persoalan yang sederhana karena baru dibentuk.” (halaman 105).
Bottom-Up
Dengan semboyan “we build people before we build products”(membangun manusia sebelum membuat produk)Toyota Indonesia yakin bahwa mengembangkan kapasitas karyawan adalah modal utama sebelum karyawan membuat produk. Dengan cara ini mutu karyawan, perusahaan dan produk akan terjaga sehingga memenuhi standar.
Salah satu langkah untuk mendukung QCC, seperti dikatakan oleh Warih Andang Tjahjono, Wakil Presiden Direktur TMMIN, latar belakang aktivitas QCC adalah proses perbaikan di Toyota yang selalu berusaha memperkuat ide bottom-up fokus pada perbaikan proses serta partisipasi aktif dari setiap karyawan dalam proses perbaikan. “Tujuan utama QCC adalah bagaimana perusahaan meningkatkan partisipasi karyawan untuk memperbaiki lingkungan kerjanya sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan senang, mudah, dan ringan yang akanberdampak pada keselamatan kerja, produktivitas, dan kualitas produk,” tutur Warih (antaranews.com, 12/12-2015).
Jika ditarik ke pemerintahan, maka QCC perlu menampilkan sosok pemimpin yang merakyat dengan mau turun ke bawah. Presiden Joko Widodo, seperti disebutkanoleh James, sudah memberikan contoh konkret melalui kegiatan blusukan. Hanya saja karena persoalan yang besar dan banyak intensitas blusukan pun berkurang.
“Pada pelaksanaan QCC di Toyota Indonesia, semua karyawan dan manajemen harus dapat menjadi engineer, sekaligus harus bisa menjadi trainer atau pelatih. Dengan demikian, semua orang juga dapat mentransfer pengalaman dan pengetahuan kepada karyawan-karyawan muda yang baru masuk dan belum paham mengenai QCC.” (halaman 52).
Dalam kegiatan perusahaan respect for peoplememberikan kesempatan kepada karyawan Toyota agar aktif memberikan ide-ide brilian untuk perbaikan mutu dan kinerja perusahaan. Sedangkan continuous improvementmerupakan wujud Kaizen yaitu ada upaya perbaikan yang terus-menerus yang melibatkan seluruh komponen perusahaan di seluruh sektor dan lini operasional.
“Beberapa teknik QCC yang dapat dilakukan dalam kegiatan-kegiatan QCC seperti brainstorming, pendekatan why-why-why, penggunaan diagram affinity, menghilangkan 3M, mempertajam masalah dengan pendekatan 5W2H, mencermati berbagai kemungkinan dengan 4HMIE, serta mengadakan pertemuan dan presentasi. ....” (halaman 128).
Toyota Berbagi
QCC memberikan kesempatan bagi seluruh karyawan meningkatkan kapabilitas individu dan menjadi bagian dari tim yang kuat, membentuk pola pikir engineeruntuk melihat dan melakukan perbaikan yang kreatif dan inovatif, serta sarana transfer keahlian .
Maka, Kaizen yang diimplementasikan dalam QCC tidak hanya untuk perusahaan besar otomotif, tapi juga perusaan kecil dan menengah. Misalnya, mengubah perilaku karyawan. Dalam sebuah studi menghemat air di toilet pada perusahaan kecil saja bisa mencapai Rp 12 juta/tahun. Soalnya, studi tadi menemukan karyawati selalu menekan flush (tombol untuk menyiram toilet) dua kali. Bahkan, kedua tombol yang kecil dan besar ditekan sekaligus ketika selesai buang air kecil. Ini terjadi karena ada karyawati yang tidak percaya ciri bahwa dengan menekan sekali saja toilet sudah bersih. Dalam kaitan inilah, Abdul Mukti, QCC Expert, mengatakan ide-ide yang kecil saja sangat bermanfaat bagi perusahan. Bahkan, ada ide untuk memberikan warna berbeda pada dua tombol. Misalnya, hijau untuk tombol kecil yang ditekan jika buang air kecil, dan warna merah pada tomboh besar.
Penerapan Kaizen dan QCC juga dilakukan oleh SMK Al Muslim, Tambun, Bekasi, Jawa Barat, yang menjadi binaan Toyota Indonesia dalam penerapan QCC. Henry Tanoto, Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor, misalnya menunjuk masalah sepele yang dihadapi siswa yaitu sering kehilangan alat-alat tulis. Setelah melekukan QCC, pengurus sekolah pun akhirnya menemukan jalan keluar yaitu menyediakan satu wadah sebagai tempat alat tulis setelah dipakai. Solusi ini mengatasi kehilangan alat tulis karena tidak ada lagi yang tercecer.
Bahkan, bagi pemerintah pun Kaizen dan QCC bisa jadi salah satu pintu masuk untuk meningkatkan kinerja pegawai. Yang penting adalah program itu dijalankan dengan utuh bukan dengan cara mencangkok karena implementasinya tidak akan jalan.
Sejalan dengan prinsip pendiri Toyota, Toyota Indonesia memegang komitmen untuk secara terus-menerus tumbuh bersama masyarakat dengan mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Dengan demikan mendorong peningkatan aktivitas produksi, ekspor, distribusi, dan layanan terhadap pelanggan. Ini juga pada gilirannya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (baca: karyawan) seiring dengan semangat ikut serta secara aktif dalam mengembangkan industri otomotif nasional dengan semangat Toyota Berbagi (Toyota, Bersama Membangun Indonesia).
Buku ini membawa angin segar bagi pemimpin perusahaan, karyawan, pembuat keputusan, dan siapa saja yang ingin menjalankan perusahan yang tidak henti. Buku ini tersebar luas melalui TB Gramedia di seluruh Indonesia. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H