4. Fanci and Variety Meat disebut juga daging variasi berupa bagian lidah, bibir, buntut dan daging kepala dengan kisaran harga Rp 65.000 – Rp 100.000.
5. Edible Offal (jeroan) yaitu hati, usus, limpa, paru, otak, jantung dan babat yang dipasaran harganya Rp 30.000 – Rp 40.000.
Hal itulah yang tidak dipahami banyak orang yang justru dimanfaatkan oleh pedagang yaitu menyamaratakan harga semua (bagian) daging kecuali jeroan (bagian perut) dan tulang dan tetelan. “Duh, harga (daging-pen.) selangit, gimana mau sahur pakai lauk daging,” teriak seorang ibu di Pasar Enjo, Pisangan Lama, Jakarta Timur. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian restoran dan warung makan pun menyiasati harga dengan memperkecil potongan daging. Tentu saja ini merugikan konsumen karena membeli dengan harga yang mahal, tapi memperoleh potongan daging yang lebih kecil dari ukuran yang standar.
Tradisi Turun-temurun
Seperti yang dikatakan oleh Lembong harga daging pada kisaran Rp 80.000 seperti yang diharapkan Presiden Jokowi bisa dipenuhi yaitu dengan daging secondary cut. Biarlah daging yang mahal untuk keperluan steak yang juah dari jangkauan banyak orang. Tapi, karena pemhaman terkait potongan daging yang belum memasyarakat dan pengawasan yang sangat lembah dari instansi terkait pedagang pun memainkan ketiaktahuan masyarakat.
Satu hal yang jadi persoalan besar terkait daging adalah hukum pasar: ketika permintaan tiba-tiba meningkat dan pasokan tersendat harga pun melambung. Situasi kian runyam karena masyarakat seakan-akan tidak memperdulikan kenaikan harga yang tinggi karena sudah terbelenggu tradisi. Puasa dan lebaran seakan tidak sempurna kalau lauk-pauk tidak dilengkapi dengan gulai dengan bahan daging, seperti rendang atau semur.
Tentu tidak mudah merubah paradigma berpikir masyarakat tentang lauk daging di bulan puasa dan pada hari lebaran. Di bagian selatan Sumatera Utara, misalnya, dikenal istilah ‘marbante’ yaitu mengumpulkan uang untuk membeli kerbau yang nanti dipotong sehari sebelum puasa dan sehari sebelum lebaran. Ya, semacam patunganlah.
Suami yang pulang ke rumah sehari menjelang puasa tidak menenteng daging, maka suami itu akan diterima istri dan anak-anaknya dengan rasa kecewa. “Hum juhut pe na tartabusi ho!” (Cuma daging saja tidak bisa kau beli!”). Inilah biasanya yang diucapkan istri jika suami pulang ke rumah tidak membawa daging. Anak-anak pun akan kecewa berat karena sebagian teman mereka duduk mengelilingi tumpukan daging menunggu giliran dipanggil untuk dapat jatah sebagai anggota yang ikut ‘marbante’. Anak-anak yang ayah atau ibunya tidak ikut patungan untuk ‘marbante’ akan merasa malu kalau ikut melihat tukang jagal memotong kerbau, menguliti dan memotong-motong daging serta bagian-bagian tubuh kerbau.
Itu artinya daging sudah menjadi bagian dari menu makana di bulan puasa dan hari lebaran sebagai tradisi yang sudah turun-temurun. Dari asepk kesehatan pun hal ini bisa diterima akal sehat karena bisa saja ada keluarga yang tidak mampu membeli daging secara rutin sehingga mereka hanya bisa menyantap hidangan dengan daging di bulan puasa dan di hari lebaran.
“Daging memang merupakan sumber protein yang sehat,” kata Lembong. Masyarakat pun lebih memilih protein hewani dari daging sapi daripada ayam dan ikan. Itu artinya permintaan daging sapi tidak akan pernah turun, terutama di bulan puasa dan jelang Lebaran. Karena dijadikan sumber protein utama permintaan akan daging pun tinggi sedangkan pasokan daging di dalam negeri, sangat kecil. Polisi pun sering menangkap orang-orang yang membawa dan menjual daging celeng (babi) sebagai daging sapi. Ada juga pedagang yang mencampur daging celeng dengan daging babi. Ini terjadi karena tingkat permintaan yang tinggi sedangkan pasokan terbatas
Selain protein yang diperlukan adalah vitamin dan Nutrisi atau gizi yang ada dalam pola makan sehat yaitu “4 Sehat 5 Sempurna” (yang diperkenalkan oleh Prof. Poorwo Soedarmo, yang dikenal sebagai ‘Bapak Gizi Indonesia’ di tahun 1950), yaitu makanan pokok (karbo hidrat, seperti nasi), lauk-pauk (seperti telur, ikan, daging), sayur-sayuran, buah-buahan dan susu.