Bertolak dari kasus pramugari Garuda itu advokasi bukan kepada perempuan, tapi kepada laki-laki agar menghargai keramahan sebagai bagian dari pelayanan di kabin ketika kapal terbang mengangkasa bukan sebagai ‘lampu hijau’ untuk melakukan kekerasan seksual. Seperti dikatakan Butar-butar: "Kami sangat menyesalkan kejadian tersebut karena bagaimanapun pramugari kami sedang menjalankan tugas profesionalnya di dalam pesawat. Pramugari kami sedang membagikan makanan dan minuman kepada penumpang dengan ramah.”
RUU Penghapusan Kejahatan Seksual
Celakanya, dalam Kitab Undan-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada pasal yang eksplisit tentang pelecehan verbal. Yang ada di KHUP adalah perbuatan cabul yang diatur di Pasal 289-296. Cabul dalam pasal-pasal ini lebih tertuju pada perbuatan melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan lain yang yang terkait dengan birahi, bisa disebut sebagai asusila. “ .... unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.” (hukumonline.com, 9/5-2013).
Lalu, apakah pelecehan seksual secara verbal yg terjadi di tempat umum dapat dipidana?
Bisa!
Tapi, dalam konsulasi di hukumonline.com disebutkan ada pro dan kontra tentang pasal dalam KUHP yang yang bisa dipakai untuk menjerat pelaku pelecahan seksual secara verbal, yaitu antara Pasal 281 dan Pasal 315 (penghinaan ringan).
Pasal 281.Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Pasal 315. Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Pasal 5 ayat 2 huruf a disebut:Bentuk Kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi a. Pelecehan seksual yang dijabarkan dalam Pasal 6 ayat 2 huruf b disebutkan Bentuk-bentuk tindak pidana pelecehan seksual sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat (2) huruf a meliputi pelecehan lisan. Sanksi bagi pelaku sesuai dengan Pasal 6 ayat 2 disebutka di Pasal 96 dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan rehabilitasi pelaku paling lama 2 (dua) tahun.