Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Geger Jalur Independen, DPR ‘Hambat’ Calon Perseorangan Bukti ‘Kekerdilan’ Parpol

22 April 2016   18:39 Diperbarui: 22 April 2016   18:46 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu saja tidak.

Soalnya, penampilan kader-kader partai yang menjabat pejabat publik yang terlibat kasus korupsi membuat banyak orang berpaling dari parpol dan mengusung calon yang mereka jagokan. Jika kelak 'jagoan' mereka dihadang tidak menutup kemungkinan jalur 'golput' jadi piliha (Parpol Panik, Syarat Jalur Independen Dipersulit, Jalur “Golput” Jadi Pilihan).

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 343 kepala daerah yang berperkara hukum baik di kejaksaan, kepolisian, mau pun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian besar karena tersangkut masalah pengelolaan keuangan daerah (kompas.com, 4/2-2015). Itu data sampai Februari 2015. Artinya dari 524 kepala daerah yaitu gubernur, bupati dan walikota 343 di antaranya merampok uang rakyat atau menerima suap. Ini 65,46 persen pejabat publik terjerat kasus korupsi dan suap.

Jumlah pasangan yang maju pada pilkada serentak tahun 2015 berkurang jika dibandingkan dengan jumlah pasangan yang maju pada pilkada tahun 2010. Fakta menunjukkan dari satu pilkada ke pilkada lain jumlah kontestan yang diusung parpol justru berkurang. Pilkada tahun 2010 diikuti oleh 1.083 pasangan calon bertarung pada 244 pilkada. Tahun 2015 pilkada diikuti oleh 827 pasangan pada 269 pilkada (KOMPAS, 21/4-2016).

Dengan syarat yang rencah saja ternyata calon perseorangan pun tidak bertambah, tapi tetap menjadi opsi atau pilihan bagi orang-orang yang ingin maju pada pilkada. Pada pilkada serentak tahun 2015, misalna, dari 827 pasangan hanya 137 pasangan yang maju dari jalur independen atau 16,57 persen (KOMPAS, 21/4-2016).

Salah satu faktor yang menyebabkan jumlah pasangan turun adalah ada parpol yang tidak mengajukan calon kepala daerah. Celakanya, dalam draf RUU Pilkada tidak ada sanksi bagi parpol yang tidak mengusung calon kepala daerah ada pilkada.

Menghambat laju calon perseorangan dan tidak memberikan sanksi bagi parpol yang tidak mengusung calon pada pilkada merupakan ancaman besar terhadap kelangsungan demokrasi di Indonesia. 

Lagi-lagi hal itu menunjukkan DPR hanya mementingkan diri sendiri. Maka, kalau DPR tetap ngotot menaikkan syarat calon perseorangan itu artinya parpol mengerdilkan diri dengan membuat benteng yang justru merendahkan wibawa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan kerdil adalah idak berkembang, tidak maju; picik (tt pikiran, pandangan, dsb). ***

Ilustrasi (Sumber: politic365.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun