Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Mitos AIDS Baru yang Membuat Kalangan Heteroseksual Merasa Aman

29 Februari 2016   09:56 Diperbarui: 29 Februari 2016   10:20 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peneliti: Penularan HIV-AIDS Didominasi Kalangan Homoseksual” Ini judul berita di hidayatullah.com (28/2-2016).

Pertama, pemakaian kata ‘dominasi’ dalam kalimat judul berita ini tidak pas karena dominasi berarti penguasaan oleh pihak yg lebih kuat terhadap yg lebih lemah (dl bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dsb) [KBBI]. Penularan HIV sama sekali tidak terjadi karena dominasi kalangan homoseksual, tapi karena perilaku orang per orang apa pun orientasi seksualnya, kecuali lesbian.

PSK Tidak Langsung

Kedua, sampai hari ini belum ada laporan penularan HIV melalui aktivitas seks di kalangan lesbian, maka dengan menyebut ‘kalangan homoseksual’ berarti ada fakta yang digelapkan karena tidak menyebut pengecualian.

Ketiga, penularan HIV bukan karena kalangan, kelompok, grup, dll. tapi karena terjadi perpindahan virus dari yang mengidap HIV/AIDS ke orang lain melalui beberapa kegiatan berisiko, al. hubungan seksual (seks vaginal, seks anal dan seks oral) tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Keempat, risiko tertular HIV terjadi pada orang per orang di kalangan, kelompok, grup, dll. yang pernah atau sering melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV, al. (1) melakukan hubungan seksual (seks vaginal, seks anal dan seks oral) tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan ang berganti-ganti, dan (2) melakukan hubungan seksual (seks vaginal, seks anal dan seks oral) tanpa kondom dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung.

-  PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.

-  PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.

Kelima, judul berita ini memunculkan mitos (anggapan) baru terkait dengan penularan HIV yaitu ‘didominasi kalangan homoseksual’ sehingga kalangan heteroseksual akan merasa aman melakukan perilaku berisko (1) dan (2) di atas.

Kondisi di atas menjadi hambatan dalam penanggulangan HIV/AIDS karena laki-laki dan perempuan heteroseksual akan mengabaikan cara-cara pencegahan HIV melalui hubungan seksual.

Fakta tentang proporsi jumlah pengidap HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko dalam laporan Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, tanggal 12 Mei 2015, menunjukkan kasus terbanyak ada pada kalangan heteroseksual yaitu 52 persen, sedangkan pada gay, biseksual dan transgender (Lelaki Suka Seks Lelaki/LSL) 16 persen.

Lalu, kok bisa ada judul berita yang tidak berdasarkan fakta?

Inilah salah satu bentuk penulisan berita yang tidak berdasarkan fakta, tapi berpijak pada opini pribadi dengan balutan moralitas diri. Rupanya, wartawan yang menulis berita ini mengikuti seminar bertema “LGBT dalam Perspektif Keilmuan” di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat (26/2-2016). Dalam seminar ini, peneliti sekaligus Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr Dewi Inong Irana, SpKK, mengatakan, bahaya utama bagi para pelaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT) adalah HIV-AIDS.

Pernyataan itulah yang disimpulkan wartawan dan dengan balutan moralitas dirinya sehingga muncullah opini yang justru hal yang wajib dihindari dalam jurnalistik.

IMS pada Vagina

Pernyataan dr Inong itu tidak objektif karena risiko tertular HIV bukan pada kelompok, kalangan, komunitas, dll., tapi erat kaitannya dengan perilaku seksual orang per orang.

Menyebutkan lesbian sebagai perilaku yang berbahaya tertular HIV tidak akurat karena belum ada laporan kasus HIV yang tertular melalui aktivitas seks pada lesbian.

Risiko tertular HIV pada gay, biseksual dan waria (transgender) terjadi jika mereka melakukan hubungan seksual dengan kondisi yang melakukan penetrasi tidak memakai kondom dan dilakukan dengan pasangan yang mengidap HIV/AIDS.

Kalau hubungan seksual pada gay, biseksual dan waria dilakukan dengan pasangan yang tidak mengida HIV/AIDS tentu saja tidak ada risiko penularan HIV.

Kaum heteroseksual pun berisiko tinggi tertular HIV melalui seks vaginal jika dilakukan dengan tidak aman yaitu tidak memakai kondom dan dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering ganti-ganti pasangan.

Sebuah studi di Kota Surabaya (1990-an) menunjukkan pelanggan waria justru dari kalangan heteroseksual dan sebagian besar yang beristri. Dari studi itu terungkap pula faktor yang meningkatkan risiko laki-laki heteroseksual tertular HIV adalah laki-laki heteroseks yang jadi ‘perempuan’ yaitu dianal oleh waria (disebut ditempong). Dalam kondisi ini waria jadi laki-laki yaitu menganal (disebut menempong). Kondisi ini membuat laki-laki heteroseksual ada pada tingkat risiko tinggi tertular HIV.

Di bagian lain dr Inong mengatakan: “Infeksi Menular Seksual (IMS) tertinggi itu pada (pertama) MSM atau gay; kedua vagina; dan ketiga oral.”

Sayang, wartawan tidak menjabarkan pernyataan ini karena IMS pada vagina terjadi pada perempuan yang bukan LGBT yaitu perempuan heteroseksual. IMS pada vagina itu bisa terjadi pada istri. Itu artinya suami mereka yang bukan LGBT tertular IMS melalui aktivitas seksual dengan pasangan lain.

Yang potensial dalam penyebaran HIV bukan LGBT, minus lesbian, tapi laki-laki heteroseksual dan biseksual. Jika ada laki-laki heteroseksual dan biseksual yang mengidap HIV/AIDS, maka mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga merupakan ‘buah’ penyebaran HIV yang dilakukan oleh laki-laki heteroseksual dan biseksual. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun