Lebih lanjut Risma memberikan nasehat: Pemerintah tidak boleh asal main tutup sebelum menyiapkan langkah antisipasi dampak sosial dari pembongkaran Kalijodo tersebut.
Nah, kan ada hirarki yaitu mulai dari RT, RW, lurah, camat dan walikota tidak harus Ahok yang langsung turun. Walikota Jakarta Utara sudah menempel pengumuman tentang recana pembongkaran bagnunan di Kalijodo. Maka, warga yang merasa dirugikan, dll. kan bisa datang ke kantor walikota tidak harus bayar pengacara atau ke Komnas HAM karena pembongkaran itu merupakah ranah pemerintah daerah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta.
Apakah Komnas HAM memikirkan dampak kegiatan pelacuran dan berbagi aktivitas yang terkait langsung dengan pelacuran terhadap kehidupan sosial di lingkungan tsb. dan terhadap pemerintah? Lagi pula lima usul Komnas HAM ke Ahok tidak ada yang jadi masalah karena semua hal itu jadi bagian dari program yang dijalan Pemprov DKI dalam menangani persoalan serupa.
Saran lain dari Risma: Sedangkan kebersamaan maksudnya ialah agar pemerintah bersinergi dengan semua lapisan masyarakat yang ada untuk duduk bersama. Menyamakan persepsi dinilai Risma sangat penting agar tidak ada dampak sosial.
Masalah berbeda, Bu Risma. Anda berhadapan dengan pekerja seks yang tidak menjadi pemilik bangunan di Dolly, sedangkan Ahok berhadap dengan pekerja seks, preman, germo, ‘tokoh’, dll. yang punya bangunan.
Secara empiris Risman ‘mengusir’ PSK dari Dolly, sedangkan Ahok menggusur bangunan yang dihuni oleh penduduk, preman, pekerja seks, tokoh, germo, dll. Ini perbedaan yang kasat mata antara Dolly dan Kalijodo.
Perbedaan lain yang kasat mata adalah: Risma didukung semua elemen masyarakat, sedangkan Ahok ditantang banyak elemen masyarakat. Ini fakta. *** [Syaiful W. Harahap] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H