Celakanya, laki-laki yang tertular HIV dari PSK itu tidak terdeteksi dan mereka menyebarkan HIV di Kukar tanpa mereka sadari.
Di bagian lain disebutkan “Satu PSK diketahui mengidap HIV/AIDS di salah satu lokalisasi pada pertengahan Desember 2015 lalu dan meninggal dunia di RSUD AM Parikesit.”
Kematian PSK ini terjadi pada masa AIDS yaitu setelah tertular antara 5-15 tahun. Nah, coba kita hitung jumlah laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV dari PSK yang mati ini: 1 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 5 tahun atau 15 tahun = 3.600 – 10.800.
Angka itu tidak kecil karena menjadi mata rantai penyebaran HIV. Ketika istri-istri mereka tertular HIV, maka ada pula risiko penularan secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Ada pula pernyataan, oleh Kepala Bidang Rehabilitasi dan Kesetiakawanan (Resos) Dinsos Kukar, Supriyanto, justru merupakan mitos (anggapan yang salah) yang menjadi salah satu isu yang melemahkan program penanggulangan HIV/AIDS, yaitu: “ .... Kami mengimbau juga agar warga tak lagi mengunjungi lokalisasi agar tidak tertular HIV/AIDS yang kemudian bisa terbawa sampai ke anggota keluarga.”
Risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual tidak tergantung pada tempat hubungan seksual dilakukan, tapi tergantung pada kondisi saat hubungan seksual terjadi, yaitu dilakukan dengan yang mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom ketika hubungan seksual.
Melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di lokalisasi merupakan perilaku yang berisiko tertular HIV karena PSK adalah orang yang sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja terjadi salah satu di antara laki-laki yang pernah dilayani PSK itu mengidap HIV/AIDS sehingga PSK itu pun berisiko pula tertular HIV. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H