"Pemerintah Kota Tanjungpinang (Prov Kepri-pen.) melalui Dinas Kesehatan terus melakukan sosialisasi dan pembinaan agar penderita HIV/Aids tetap bisa hidup layaknya manusia biasa.” Ini pernyataan dalam berita “Cegah Penularan HIV/Aids, Dinkes Tanjungpinang Minta Ibu Hamil Screening Sejak Dini” di batam.tribunnews.com (30/1-2016).
Pernyataan ini di luar akal sehat karena pengidap HIV/AIDS, disebut Odha (Orang dengan HIV/AIDS), tidak bisa dilihat dan dikenali dari ciri-ciri fisik. Sama sekali tidak ada perbedaan secara fisik, bahkan dari segi kesehatan, antar Odha dan orang-orang yang tidak tidak tertular HIV.
Maka, frasa “agar penderita HIV/Aids tetap bisa hidup layaknya manusia biasa” merupakan stiga (cap buruk) terhadap Odha yang pada gilirannya merendahkan harkat dan martabat Odha sebagai manusia. Soalnya, frasa itu mengesankan “penderita HIV/Aids tidak bisa hidup layaknya manusia biasa” kalau tidak mendaptkan sosialisasi.
Cara-cara pemberitaan seperti berita inilah yang menjadi kontra produktif dalam penanggulangan HIV/AIDS. Media massa, termasuk media online, menjadi ujung tombak penyampaian informasi HIV/AIDS. Namun, kalau yang disampaikan tidak konkret, maka yang ditangkap masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Seperti frasa tadi tentulah menimbulkan pemahaman yang salah di benak banyak orang.
“Sosialisasi dan pembinaan” justru perlu untuk orang-orang yang perilakunya berisiko tertular HIV/AIDS, seperti laki-laki yang gemar melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang beganti-ganti, seperti kawin-cerai, kawin kontrak, dll., serta melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering beganti-ganti pasangan, misalnya pekerja seks komersial (PSK).
Di lead berita disebutkan “Penderita HIV/Aids di Tanjungpinang sudah merambah semua kalangan.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ‘merambah’ disebutkan: v 1 membabat; menebang; memangkas (tumbuh-tumbuhan): 2 membuka atau menebang (tt hutan; 3 merintis (jalan); 4 memarang (menembaki, memukul banyak-banyak sekaligus; 4 menjelajah.
Itu artinya pemamakaian kata ‘merambah’ terkait dengan epidemi HIV/AIDS tidak pas. Sebagai virus HIV tidak merambat (KBBI: al. merambat adalah meluas; menjalar (tt api ganas); menular (tt penyakit); tersiar (tt kabar, berita); meluas dan berkepanjangan (tt percakapan), tapi menular dari seorang pengidap HIV/AIDS ke orang lain dengan cara-cara yang sangat khas, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Di bagian lain disebutkan: “Ini (sosialisasi dan pembinaan-pen,) dilakukan agar ibu penderita HIV/Aids tidak menularkan penyakit tersebut pada bayinya. Upaya tersebut diantaranya dilakukan dengan pencegahan penularan terhadap anak sejak dini.”
Jika ditelisik pernyataan di atas dan dikaitkan dengan epidemi HIV/AIDS, maka terjadi pembiaran yaitu membiarkan perempuan, dalam hal ini istri atau ibu rumah tangga, tertular HIV dari suaminya. Setelah perempuan-perempuan itu tertular, risiko bisa terjadi karena terjadi kehamilan sebagai bukti suami mereka tidak memakai kondom ketika sanggama.
Bayi-bayi yang (akan) dilahirkan ibu-ibu rumah tangga yang tertular HIV dari suaminya bisa terhindar dari risiko tertular HIV/AIDS, tapi ibu-ibu rumah tangga itu dibiarkan ditulari suami mereka.
Biar pun mata rantai penular HIV/AIDS ke ibu-ibu rumah tangga itu adalah suami mereka, tapi dalam berita ini sama sekali tidak ada pembahasan tentang suami sebagai penular HIV/AIDS
Lagi-lagi semua ditimpakan kepada perempuan, dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga.
Mengapa Pemkot Tanjungpinang tidak (bisa) membalik paradigma berpikir mereka?
Buat peraturan daerah (Perda) yang mewajibkan pasangan suami-istri konseling tes HIV ketika si istri hamil. Jika hasil konseling menunjukkan perilaku suami berisiko tertular HIV, maka yang menjalani tes HIV adalah suami. Kalau suami positif, baru istrinya menjalani tes HIV. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI