Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wahai Penglaju, Jangan Tinggalkan Sampah Kalian di Jakarta!

2 Januari 2016   11:47 Diperbarui: 2 Januari 2016   13:11 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

* Sekitar 20 persen sampah di Jakarta dihasilkan penglaju .... 

Ketika truk-truk sampah Pemprov DKI Jakarta dihadang di Cileungsi, Kab Bogor, Jabar, awal November 2015 lalu sampah pun menggunung di Jakarta. Padahal, sampah di Jakarta juga dihasilkan oleh penglaju (orang-orang yang berpergian ke Jakarta tiap hari untuk sekolah, kulah, bekerja, dll. dan kembali lagi ke kota tempat tinggalnya) yang memakai jasa KRL, bus, taksi, ojek, mobil dan motor dari kawasan Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi dan sekitarnya yang setiap hari ‘menyerbu’ Jakarta untuk 1001 macam alasan. Mulai dari sekolah, kuliah, bekerja, belanja, jalan-jalan, kuliner, mengemis, dll.

Maka, dua judul berita ini amat tidak objektif karena memberikan gambaran yang salah tentang perilaku warga Jakarta terkait dengan sampah: (1) Dinas Kebersihan DKI: Total Berat Sampah Malam Tahun Baru Capai 700 Ton (detiknews, 1/1-2016), dan (2) Kesadaran Warga Ibu Kota Tetap Minim, Sampah Menumpuk di Perayaan Tahun Baru (KOMPAS cetak, 1/12-2016).

Kedua judul berita tsb. sama sekali tidak mencerminkan realitas sosial tentang sumber sampah yang mengotori Jakarta di malam pergantian tahun tanggal 31 Desember 2015.

Soalnya, yang merayakan malam pergantian tahun di berbagai tempat di Jakarta tidak hanya warga Jakarta. Mereka datang dari berbagai kota di sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. dll. Buktinya, KRL yang sekarang disebut commuter line beroperasi 24 jam pada malam pergantian tahun itu. Ini salah satu bukti yang merayakan pergantian tahun di Jakarta juga datang dari berbagai kota di sekitar Jakarta, bahkan dari kota-kota di Jabar dan luar Pulau Jawa.

Sampah yang menumpuk di Jakarta pada hari-hari kerja pun tidak hanya dihasilkan oleh warga Jakarta, tapi juga warga dari luar Jakarta sebagai penglaju, seperti karyawan, pelajar, mahasiswa, PNS, karyawan, pengemis, dll.

Ada yang meninggalkan sampah di tempat kerja, seperti kantor, toko, mal, dll. Ada pula yang membuang sampah di jalanan, taman, dll. Juga membuang sampah ke tempat-tempat pembuangan sampah yang tersebar di seluruh wilayah kota.

Maka, amatlah pantas kalau Ahok, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, ‘marah besar’ ketika Bekasi menolak sampah Jakarta dan ormas menghadang truk-truk sampah Pemprov DKI Jakarta.

Sayang, staf Ahok sama sekali tidak bisa memberikan pencerahan kepada Pemkot dan DPRD Bekasi khususnya dan Bodetabek umumnya serta ormas-ormas yang memakai ‘naked power’ (kekuasaan telanjang dengan mengandalkan seragam) menghadang truk sampah. Kalau saja staf terkait di Pemprov DKI Jakarta, terutama di Dinas Kebersihan, bisa memberikan pencerahan tentulah ada pandangan yang berbeda pada Pemkot dan DPRD Bekasi serta ormas tentang proses pembaungan sampah dari Jakarta.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di siang hari jumlah ‘penduduk’ DKI Jakarta mencapai 11,2 juta. Sedangkan di malam hari jumlah penduduk DKI  Jakarta ‘menyusut’ jadi 10,07 juta (jakarta.bisnis.com, 16/2-2015). Itu artinya ada 1,13 juta penduduk ‘siluman’ DKI yang hanya ada di siang hari.

Kalau 1,13 juta penduduk ‘siluman’ Jakarta itu menghasilkan sampah rata-rata satu kilogram per orang per hari, maka mereka akan meninggalkan sampah  1.130 ton sampah setiap hari kerja di Jakarta.

Setiap hari diperkirakan ‘produksi’ sampah di Jakarta mencapai 6.000 ton, sementara itu daya tampung Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jabar, hanya 3.000 ton per hari (nationalgeographic.co.id, 25/2-2015).

Maka, dalam 6.000 ton sampah warga Jakarta itu ada 1,13 ton atau sekitar 18,8 persen sampah yang dihasilkan penglaju. Sampah di bus kota, bus antar kota, dan KRL yang masuk ke Jakarta juga akan dibuang di wilayah Jakarta.

Langkah yang realistis yang bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk ‘menghadang’ sampah penglaku ini adalah denga membuat regulasi, bisa dalam bentuk peraturan gubernur (Pergub) atau peraturan daerah (Perda), yang mewajibkan pendatang ke Jakarta membawa sampah mereka ke tempat asal. Sampah di angkutan umum pun, bus dan KRL, dilarang dibuang di Jakarta, mereka dipersilakan membuang sampah tsb. di tempat asal keberangkatan.

Pemprov DKI menyiapkan kantong kresek di terminal,  stasiun, ‘gerbang’ masuk Jakarta dengan tulisan “Sampah Saya” yang diberikan kepada setiap penumpang bus, KRL, taksi, pemotor serta pengemudi mobil warga non-Jakarta yang masuk ke Jakarta.

Penglaju yang pulang di sore dan malah hari dipantau apakah mereka membawa balik katong kresek tadi. Jika tidak bawa tas kresek itu artinya mereka minggalkan sampah di Jakarta. Ini akan menjadi beban bagi Dinas Kebersihan DKI karena menjadi sampah tambahan. Sampah warga Jakarta saja sudah ribuan ton. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun