Jam di dinding sebuah home stay di salah satu pulau di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta, menunjukkan pukul 02.00 dini hari.
Dari luar terdengar deburan ombak yang memecah di pantai berpasir. Angin similir beraroma air laut masuk ke kamar melalui lobang angin.
Waktu itu ada kegiatan lembaga di Pulau Untung Jawa, Kep. Seribu, Jakarta (Januari 2006).
Saya sudah terbiasa bangun antara pukul 02.00 – 03.00. Saya ke kamar mandi.
Astaga!
Saya kaget bukan alang kepalang ketika masuk ke kamar mandi. Cahaya lampu di kamar mandi agak temaran. Tapi, ada sesuatu di WC yang warnanya kontras dengan keramik kamar mandi.
Rupanya di WC ada seekor ular kobra yang melingkar. Garis tengah lingkarannya sekitar 25 cm. Kepalanya siap mematuk. Kalau saya jongkok maka, maaf, ular itu akan mematok persis di kemaluan saya.
Pelan-pelan saya ambil alat pengepel lantai. Saya dorong ular itu ke lobang WC.
Glukkkkkk......
Sekali dorong langsung masuk. Lobang WC langsung saya siram dengan beberapa ember air.
Glukkkk ...... glukkkk, glukkkkk..... Muncul suara dari lobang WC yang disertai dengan gelembung udara.
Ketika itu sama sekali saya tidak berpikir macam-macam, apalagi mengaitkan ular itu dengan santet.
Memang, ketika itu saya sudah beberapa kali berobat ke Banten tapi belum tahu persis binatang atau benda apa yang akan dikirim dukun santet ke saya.
Waktu itu saya juga heran mengapa ada gelembung udara keluar dari lobang WC. Kalau yang saya masukkan hanya seekor ular tentulah ular itu sudah hanyut ke septic tank WC itu atau kalau dialirkan ke laut ya hanyut ke laut.
Gelembung udara yang berbunyi gluk...gluk.... gluk...... itu membuat saya berpikir.
Ada serentetan pertanyaan menggelayut di benak saya. Semuanya membuat saya bingung.
Tapi, ketika itu saya tetap tidak bisa mendapatkan jawaban dari serentetan pertanyaan yang menggelayut di benak saya.
Pintu kamar mandi saya kunci karena saya takut anak saya masuk kamar mandi. Saya pegang kuncinya. Saya duduk di beranda menatap ke laut pada dini hari itu.
Pandangan saya nun jauh menerawang, tapi tetap tidak ada jawaban terhadap kegundahan hati saya terkait dengan ular yang nyaris mencelakai saya.
Kejadian itu tidak saya ceritakan kepada anak saya dan teman-teman karena saya khawatir mereka akan ketakutan sehingga akan menggunggu kinerja mereka dalam menjalankan pelatihan.
Saya pun bingung tujuh keliling.
Dari mana ular itu datang?
Home stay yang kami tempati di P. Untung Jawa itu berdinding tembok, beratap genteng, lantai keramik dan plafon tripleks. Lobang pembuangan air pun mempunyai saringan. Pintu tertutup rapat. Tidak ada lobang di bawah pintu. Jendala pun tertutup rapat.
Jawabannya baru saya dapatkan ketika Pak Misbach (salah satu yang mengobati saya di Cilegon, Banten) menyebutkan ciri-ciri padepokan dukun santet yang mengirim benda ke rumah dan badan saya.
Ketika menarik benda di rumah, sebelum puasa tahun 2005, Pak Misbach memberikan ciri-ciri padepokan dukun santet yang menyantet saya.
Lambang padepokan dukun santet itu, di sebuah kota di Jawa Tengah itu, adalah manusia berbadan ular. Tapi, dukun itu tinggal di Kota “S” di Jawa Barat dengan nama samaran dengan panggilan ustadz. Dukun inilah yang pertama kali mengirim santet ke rumah dan badan saya tanggal 10 Muharram tahun 1425 H bertepatan dengan 10 Februari 2005. Ketika itu putra saya dan ibunya ada di kota yang sama dengan tempat dukun tadi mengirimkan santet ke saya.
Ketika ular bisa saya masukkan ke lobang WC saya hanya bisa bersyukur dan mengurut dada. Saya tidak bisa membayangkan seandainya putri saya yang masuk duluan ke kamar mandi itu tentulah akan lain ceritanya.
Lagi-lagi saya harus berjuang untuk menghindari upaya yang akan mencederai saya dan putri saya sebagai tumbal untuk pesugihan.
Alhamdulillah. Lagi-lagi Tuhan melindungi saya dan putri saya sehingga tidak mati konyol sebagai wadal sebagai persembahan untuk pesugihan. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H