Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Wartawan Sebagai Pelaku ‘Pembunuhan’ dan ‘Pemerkosaan’

22 Mei 2013   10:24 Diperbarui: 19 Juni 2018   11:32 2987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

"Saya gorok dulu baru dibuka celananya. Waktu dibuka celananya masih hidup," aku Pisa.

Ini narasi dalam berita “Pembunuh SPG Cantik di Semarang Berhasil Dibekuk” di news.detik.com (21/5-2013)

Pisa adalah Pisa Al Pairun. 18 tahun, warga Karawang, Jawa Barat, tersangka pembunuh Amalia Almas Adzani, 22 tahun, sales promotion girl (SPG) rokok di Semarang, Jawa Tengah. Pembunuhan terjadi tanggal 19/5-2013 di kamar kos korban.

Pisa seorang buruh bangunan yang bekerja di samping kamar kos korban.

Dalam jurnalistik narasi yang merupakan tulisan wartawan tsb. dikategorikan sebagai the second murder. Wartawan melakukan pembunuhan dan (rencana) perkosaan melalui tulisan yang menggambarkan secara jelas perbuatan pelaku terhadap korban.

Sebagai agent of change media massa berperan untuk memberikan edukasi melalui berita yang dikemas berpatokan pada etika jurnalistik kepada masyarakat, tapi dengan syarat, al. menghargai kehidupan dan harkat martabat manusia.

Narasi yang ditulis wartawan tidak mengharga kehidupan dan merendahkan martabat manusia, dalam hal ini korban, sejajar dengan binatang yang biasa disembelih.

Tindakan kriminal wartawan terus berlanjut melalui narasi ini: "Pintunya tidak terkunci, saya masuk korban posisinya tengkurap, langsung membekap mulut. Dia sempat melawan sampai jadi terlentang," kata Pisa.

Narasi ini pun merendahkan harkat martabat manusia (korban) dan menggambarkan ‘keperkasaan’ pelaku laki-laki (pelaku) terhadap perempuan (korban).

Tindakan pelaku terhadap korban justru diulang secara langsung oleh wartawan melalui tulisan dalam berita tsb.: “Karena korban berusaha melawan, Pisa langsung menggorokkan pisaunya ke leher korban. Meski korban sudah bersimbah darah, ternyata pelaku berpikiran kotor dan berusaha memperkosanya setelah melihat kecantikan korban. Namun setelah melepas celana korban, ia urung melakukan aksi tersebut.”

Begitu pula dengan berita perkosaan yang mendeskripsikan tindakan pemerkosa terhadap korban merupakan the second rape yang dilakukan oleh wartawan.

Celakanya, sebagai orang justru ikut ‘menikmati’ pemerkosaan melalui berita di media cetak. Ini terjadi karena (tingkat) apresiasi sebagai besar masyarakat terhadap media massa sangat rendah sehingga tidak bisa melihat kesalahan media.

Tidak jelas apakah wartawan media online mengikuti UU Pers dan kode etik jurnalistik media cetak. Kalau mengkuti kode etik jurnalistik media cetak tentulah wartawan tidak akan menulis narasi yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

Kalau saja hukuman di Indonesia dilakukan secara kumulatif, seperti di Amerika Serikat, maka Pisa akan menerima hukuman kurungan yang merupakan penjumlahan dari pembunuhan berencana, percobaan perkosaan, pencurian, perampasan, dst. Maka, hukumannya adalah: hukum mati atau kurungan puluhan bahkan ratusan tahun.

Sebagai kita sering melihat dari satu sisi, seperti aspek hak asasi manusia (HAM), yang sering hanya melihat HAM dari sisi pelaku atau tersangka sehingga mengabaikan HAM korban.

Hukuman untuk Pisa pun ditambah lagi karena dengan sengaja melakukan pelanggaran berat terhadap HAM korban yang menghilangkan hak hidup korban.

 Masyarakat didorong untuk mengkritik media massa melalui surat pembaca atau selisik di media sosial karena yang bisa menghukum wartawan dan media hanya hakim melalui sidang pengadilan. ***[Syaiful W. Harahap

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun