Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Nasib Mereka yang Tertular HIV*

27 Desember 2013   15:50 Diperbarui: 15 Desember 2023   06:13 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tetanggannya tahu persis Mh tidak pernah ke luar rumah sejak dipulangkan dari Riau. Apalagi setelah diberitakan koran dan televisi Mh praktis tidak pernah jauh-jauh dari rumahnya. Hanya beberapa tetangganya yang mau menerimanya bertamu, yang lain menolaknya. “Tidak ada lagi yang mau ampreng-ampreng (bertamu-Red.) ke rumah kami,” kata Mh dengan nada sedih.

Sejak pengambilan darah itu orang-orang pun menjauh. Ketika pengmbilan darah itu pun rupanya banyak orang yang datang ke rumah Kartam bersama petugas puskesmas.

Penduduk mengatakan kalau bersentuhan saja penyakitnya akan menular sehingga tidak ada yang mau dekat-dekat denan Mh dan keluarganya. Tetangganya mencibir dan tidak ada yang mau bergaul lagi. “Tidak ada lagi yang mau membeli telur asin dagangan saya,” kata Bu Tarmen, ibu Mh, sambil mengusap air matanya.

Padahal, dagangan telur itulah salah satu mata pencaharian keluarga ini. Bukan hanya itu. Penduduk kampung itu pun tidak ada lagi yang mau menerima Kartam mengerjakan sawah-sawah mereka.

Bukan cuma bekerja. Pemuda-pemuda di sana pun tidak ada lagi yang mau bergaul dengan Mh. Padahal, sebagai orang tua Kartam dan Tarmen sudah merencanakan akan menikahkan putrinya. “Tidak ada pemuda yang mau mengawini anak saya,” kata Tarmen dengan terisak-isak.

Celakanya, di tempat barunya pun (Kartam dan keluarganya pindah dari desanya ke desa lain di lain kacamatan-Pen.) orang sudah mengetahui perihal Mh. Semula ada seorang pemuda yang sudah mengajaknya menikah, tapi rupanya ada teman sekampung Mh yang membisiki pemuda itu. “Sampai sekarang dia tidak pernah datang lagi,” kata Mh dengan mata berkaca-kaca di rumah petak berdinding gedeg berlantai tanah yang diberikan majikan tempat mereka bekerja di sebuah lio (pembuatan batu bata sekitar 30 km dari Cibuaya-pen.).

Kartam dan keluarganya sampai sekarang tidak mempercayai anaknya mengidap virus HIV/AIDS. “Anak saya sehat, gemuk, tidak pernah mengeluh pusing-pusing kalau sedang bekerja,” kata Kartam dengan nada yakin.

Bahkan, keterangan seorang wartawati sebuah tabloid di Jakarta juga membesarkan hatinya (maksudnya Kartam-pen.), yang mengatakan bahwa putrinya tidak mungkin seropositif karena kelihatan sehat-sehat saja.

Keyakinan Kartam semakin kuat lagi ketika mereka ditolak berobat di RSU Karawang beberapa hari setelah petugas puskesmas mengambil darah anaknya. “Orang sehat, koq, mau diperiksa,” kata petugas di RSU Karawang kepada Kartam dan Mh.

Memang di Indonesia tidak sedikit orang yang masih rancu tentang HIV/AIDS. Ikhwal tentang virus ini masih simpang-siur. Lihatlah penjelasan wartawati tadi yang menjadi anggapan umum di Indonesia.

Tampaknya, banyak orang yang menganggap bahwa pengidap virus HIV/AIDS harus terlentang di tempat tidur atau di rumah sakit. Padahal, gejala penularan virus itu baru bisa diamati secara fisik setelah 7-10 tahun sejak ditanyakan seropositif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun