Sama seperti peraturan daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS lain, Perda Kota Medan No 1 Tahun 2012 tanggal 5 Januari 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS hanyalah copy-paste dari perda-perda yang sudah ada.
Dengan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Medan sejak Januari 2006 sampai September 2011 yang 2.755 tentulah angka yang dilaporkan ini tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat. Epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (2.755) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul di atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar 1).
Kalau saja perda ini dirancang dengan pijakan fakta medis, maka pasal-pasal yang ada adalah cara-cara penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS yang konkret. Tapi, karena perda ini, seperti juga perda-perda lain, dirancang dengan semangat moralis maka pasal-pasal yang ada pun hanya normatif.
Lihat saja pasal 12 ayat 1: ”Pencegahan merupakan upaya terpadu memutus mata rantai penularan HIV dan AIDS di masyarakat terutama populasi rentan dan risiko tinggi.”
Caranya? Ya, simak saja di pasal 12 ayat 3 yaitu upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain: (a) pengawasan terhadap tempat hiburan malam, hotel, taman kota, rumah-rumah kos dan lokasi lainnya untuk tidak menjadi tempat prostitusi terselubung; (b) penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala kepada pemilik dan karyawan hotel, tempat-tempat hiburan, rumah-rumah kos dan tempat lainnya yang dianggap berpotensi rentan dan berisiko tinggi; (c) penyuluhan kepada pengusaha warung internet untuk memblokir situs porno.
Ayat (a) menunjukkan pemahaman yang rendah terhadap risiko seseorang tertular dan menularkan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (prostitusi terselubung), tapi karena kondisi ketika terjadi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom). Fakta menunjukkan ada ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV. Ibu-ibu rumah tangga itu tertular HIV dari suaminya. Di Kota Medan sudah terdeteksi 43 bayi yang mengidap HIV. Berarti ada 43 ibu rumah tangga yang tertular HIV dari suaminya.
Biar pun tidak ada prostitusi di Kota Medan, bisa saja terjadi laki-laki dewasa penduduk Kota Medan tertular HIV di luar Kota Medan atau di luar negeri. Mereka tertular karena melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK). Laki-laki penduduk Kota Medan yang tertular HIV kemudian menjadi mata rantai penyebaran HIV di Kota Medan (Lihat Gambar 2).
Tentang ’pemeriksaan kesehatan secara berkala’ juga tidak tepat karena untuk mendeteksi HIV hanya bisa dilakukan dengan tes HIV. Akurasi tes HIV juga terkait dengan masa jendela yaitu rentang waktu sejak tertular HIV sampai tiga bulan. Jika ’pemeriksaan kesehatan secara berkala’ juga termasuk tes HIV, maka kalau yang diperiksa tertular HIV di bawah tiga bulan hasil tes tidak akurat. Hasil tes bisa negatif palsu (HIV sudah ada di dalam darah tapi tidak terdeteksi karena belum ada antibody HIV), atau positif palsu (HIV tidak ada di dalam darah tapi hasil tes reaktif).
Pasal pencegahan dalam perda ini kian mengambang jika disimak ayat (c). Tidak ada kaitan lansung antara situs porno dengan penularan HIV.